Di tengah hiruk pikuk pandemi COVID-19. Pemerintah fokus melakukan hilirasi hasil tambang nasional. Salah satunya melalui pembangunan pabrik pemurnian (smelter) bijih nikel. Rencana ini dinilai merugikan kas keuangan negara. Mulai larangan ekspor bijih nikel hingga pemberian insentif fiskal berupa pembebasan pajak. Kebijakan ini dinilai hanya menguntungkan pengembang smelter asal Tiongkok karena harga bijih nikel jauh lebih murah
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk membantu kinerja operasional dan keuangan PT PLN (Persero).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan meskipun pemerintah membuka peluang yang sangat lebar bagi para investor untuk berinvestasi di Indonesia, namun dipastikan tidak semua akan diterima begitu saja
PT Freeport Indonesia (PTFI) mencatatkan tren kinerja yang positif selama kuartal II-2020 meskipun dunia sedang dilanda pandemi Covid-19 yang turut berpengaruh pada harga komoditas tambang
Nikel disebut Direktur UtamaPT Trinitan Metals and Minerals Tbk (PURE)Petrus Tjandra, sebagai produk tambang Indonesia yang memiliki masa depan seiring dengan pentingnya nikel dalam industri kendaraan listrik masa depan. Sehingga mendorong industri pengolahan untuk ikut berekspansi dalam industri smelter.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara mengatur sejumlah poin untuk memperbaiki tata kelola pertambangan yang sudah berjalan. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan, UU Minerba tersebut berupaya memaksimalkan manfaat sumber daya alam dan energi Indonesia untuk kepentingan masyarakat.
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mengkritisi pihak pengelola smelter milik China di Indonesia yang dinilai membeli nikel mentah dengan murah sehingga merugikan negara