Saham tiga emiten yang memproduksi nikel melaju di zona hijau pada awal perdagangan Rabu (13/11/2019) setelah Badan Koordinassi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan kesepakatan harga jual bijih nikel maksimal US per ton hingga Desember 2019
Perseteruan perusahaan penambang nikel dan pengusaha smelter akhirnya mencapai titik temu dalam rapat tertutup di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Selasa malam (12/11/2019). Kedua belah pihak kini telah sepakat untuk menaati aturan larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa para pengusaha tambang nikel dan pemurnian (smelter) telah menyepakati penghentian ekspor per tanggal 1 Januari 2020, sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan pengusaha menyepakati harga jual bijih mentah nikel kepada perusahaan smelter dalam negeri maksimal US$ 30 per metrik ton. Sementara, harga minimalnya disepakati sebesar US$ 27 per metrik ton
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia menuturkan, dari 37 perusahaan yang mendapat izin pembangunan smelter, baru sembilan perusahaan yang mendapat lampu hijau untuk mengekspor bijih nikel. Selanjutnya, sebanyak dua perusahaan masih dalam proses pengecekan. Sedangkan, 26 perusahaan masih belum ada kejelasan
Setelah dikritik soal ijin usaha, saat ini PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) dipersoalkan masalah izin penggunaan kawasan hutan, yang dilewati transmisi jaringan listrik, untuk digunakan bagi smelter milik perusahaan Kalla Group tersebut