Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan alasan cap bahan berbahaya dan beracun (B3) pada limbah smelter slag nikel harus dihilangkan. Menurutnya slag nikel bisa diolah kembali
Pemerintah terus berupaya membuat limbah smelter slag nikel bisa mudah diolah. Pasalnya, selama ini limbah slag nikel hanya menumpuk dan tidak bisa diolah karena masuk spesifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun alias B3
Pemerintah menerbitkan regulasi terbaru pelarangan ekspor nikel melalui Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Akibat regulasi yang baru diterbitkan tersebut, saham emiten PT Vale Indonesia (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) melesat di Bursa Efek Indonesia
Larangan ekspor nikel telah resmi akan diberlakukan per Januari 2020. Hal ini terjadi dua tahun lebih cepat dari rencana awal yaitu mulai akan diberlakukan pada Januari 2022. Menurut kajian pemerintah, mengolah nikel menjadi feronikel akan menaikkan nilai tambah produk tersebut menjadi setidaknya enam kali lipat
Pada Rabu (25/9) pemerintah dan DPR secara tiba-tiba mempercepat pembahasan RUU Minerba (Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara), pada Rabu malam telah diserahkan Daftar Investarisasi Masalah (DIM) RUU Minerba pada Rapat Kerja Komisi VII DPR RI
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan lembaga penggiat lingkungan lainnya sedang kaget dan geram pada pemerintah. Pasalnya, pada Rabu (25/9/2019), mereka mendapatkan informasi bahwa RUU Mineral dan Barubara (Minerba) telah disahkan
PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$ 10 juta untuk tahun ini. Direktur Keuangan Kapuas Prima Coal Hendra William mengatakan hingga September 2019 belanja modal tersebut sudah terserap Rp 98 miliar
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009