Indonesia berencana mulai memproduksi dan mengolah logam tanah jarang atau Rare-Earth. Logam tanah jarang bersifat magnetik dan konduktif yang digunakan menjadi komponen utama dalam pemberian daya terhadap sebagian besar perangkat elektronik atau gadget, yakni ponsel, tablet, speaker, dan sebagainya
Reli nikel yang kembali terjadi sejak perdagangan awal Juni lalu tampak semakin kokoh di tengah mayoritas harga logam dasar terkontraksi akibat ketegangan perang dagang AS dan China yang kembali tereskalasi
PT Timah Tbk (TINS) bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menjalin kerja sama pengolahan logam tanah jarang atau biasa disebut rare minerals di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua mengklaim pertumbuhan ekonomi triwulan II tahun 2019 Papua menurun -23,98%, hal ini dikarenakan produksi biji logam PT Freeport Indonesia (Freeport) berkurang di Papua
Bagaimana tidak, dengan harga penjualan biji nikel saat ini yang hanya berada pada kisaran US$ 15/metrik ton dinilai masih belum menutupi biaya produksi yang mencapai US/metrik ton
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2019 didukung oleh semua lapangan usaha terkecuali pertambangan dan penggalian
PT. Indonesia Mineral Industrial Park (IMIP) adalah salah satu perusahaan raksasa berbasis olahan nikel beserta produk industri turunannya. Namun, di balik itu, salah satu soal yang belum dituntaskan hingga hari ini adalah dampak yang bakal timbul akibat limbah slag nikel yang dihasilkan
Bagian kerugian dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang membesar menjadi US,77 juta pada semester I 2019 dibanding periode yang sama tahun lalu US,73 juta menjadi faktor utama terpangkasnya laba bersih PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)