Mineral tambang nikel yang saat ini disebut-sebut menjadi masa depan Indonesia untuk mendukung pengembangan industri kendaraan listrik, ternyata menyimpan persoalan dalam tata niaga.
Roda perekonomian Indonesia tidak bisa lepas dari peran industri. Salah satu industri di Indonesia ada yang bergerak di bidang pengolahan nikel. Dan perlu diketahui, pemain besar di industri nikel dewasa kini ialah PT IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park)
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia atau APNI menyoroti adanya persoalan dalam tata niaga yang merugikan pihaknya dikarenakan penghitungan kadar nikel oleh pengusaha smelter.
Hingga bulan Juli 2021, verifikasi kemajuan pembangunan smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) mencapai 27,56%, sesuai dengan target minimum pembangunan yang telah disetujui oleh Pemerintah. Proyek smelter yang memiliki kapasitas input sebesar 900.000 Tonnes Per Annum (TPA) ditargetkan akan selesai pada tahun 2023.
Kementerian Investasi berencana menutup ekspor untuk produk olahan nikel sebesar 30% hingga 40% atau produk feronikel dan nickel pig iron (NPI). Langkah ini demi mendorong rantai hilirisasi nikel. Sebelumnya Kementerian ESDM sejak 1 Januari 2020 sudah melarang ekspor nikel dengan kadar di bawah 1,7%.
Hingga bulan Juli 2021, verifikasi kemajuan pembangunan smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) mencapai 27,56%, sesuai dengan target minimum pembangunan yang telah disetujui oleh Pemerintah. Proyek smelter yang memiliki kapasitas input sebesar 900.000 Tonnes Per Annum (TPA) ditargetkan akan selesai pada tahun 2023.
PT Freeport Indonesia (PTFI) terus mendorong penyelesaian pembangunan proyek Smelter tembaga di KEK Gresik JIIPE sekaligus meningkatkan kapasitas smelter yang sudah ada dengan nilai investasi USD 250 Juta. Presiden Direktur PTFI, Clayton Allen Wenas berharap upaya PTFI pembangunan smelter tembaga bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan industri hilirisasi.