JAKARTA. Harga nikel kembali mengukir level tertinggi sejak Juni 2015 ke level US$ 12.920 per metrik ton. Logam industri ini kian melonjak ditengah tingginya permintaan mobil listrik. Analis memperkirakan trend positif tersebut akan bertahan hingga akhir November.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan rekomendasi ekspor mineral bauksit kepada dua perusahaan yaitu PT Kalbar Bumi Perkasa dan PT Lobindo Nusa Persada
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mendorong perusahaan tambang (ekstraktif) untuk mencatatkan saham di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI).
Aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), didesak turun tangan mengawasi proses izin ekspor bijih nikel sebesar 2,7 juta ton dan 850 ribu ton bijih bauksit milik PT Antam Tbk (Persero).
Sejalan dengan pemberian rekomendasi izin ekspor kepada dua perusahaan, PT Ifeshdeco dan PT Sambas Minerals Mining, kuota volume ekspor bijih nikel bertambah. Total volume ekspor nikel kedua perusahaan mencapai 3,962 juta ton.
Investor asal Australia PT Gulf Mangan Grup, tengah menyiapkan pembangunan dua smelter mineral mangan di kawasan industri Bolok, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Proyek Smelter Grade Alumina (SGA) PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang dikerjakan bersama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dan Aluminium Coorporation of China Ltd (Chalco) ditargetkan memulai pembangunan pada 2019.
Setelah melesat ke level tertinggi sejak Juni 2015, harga nikel koreksi akibat grafik teknikal telah memasuki area jenuh beli. Kamis (2/11), harga nikel kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange koreksi 1,05% menjadi US$ 12.650 per metrik ton