PT Virtue Dragon Nikel Internasional (VDNI) salah satu perusahaan tambang yang membuka pabrik smelter di Morosi Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) akan dijadwalkan beroperasi pada Desember 2016.
Koalisi masyarakat sipil menolak kebijakan relaksasi ekspor mineral. Eksploitasi sumber daya alam yang semakin masif hanya akan menyebabkan keterancaman lingkungan.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ore nikel dengan kadar 1,8 persen hampir dipastikan tidak mendapat fasilitas relaksasi ekspor mineral yang sedianya dimulai tahun 2017 mendatang.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) berani memastikan Pemerintah Indonesia tidak pernah berani mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia.
Freeport Indonesia berjanji untuk memenuhi poin-poin renegoisasi kontrak karya demi melanjutkan operasional perusahaan. Salahsatu poin yang diamini perusahaan tambang yang berbasis di Arizona, Amerika Serikat, itu adalah pembangunan smelter.
PT Aneka Tambang (Antam) menyatakan bahwa secara teknis bijih nikel dengan kadar rendah di bawah 1,8 % bisa diolah di dalam negeri. Namun, saat ini belum ada smelter yang mau mengkonsumsi bijih nikel kadar rendah dengan harga yang wajar.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handojo menegaskan bahwa fasilitas pengolahan dan pemunian mineral (smelter) dalam negeri bisa menyerap bijih nikel dengan kadar di bawah 1,8%.
Usulan relaksasi atau permintaan dibukanya kembali kran ekspor bijih nikel dan bauksit dinilai sengaja merusak nama Indonesia dan Presiden Joko Widodo di mata dunia.