Pelaku usaha smelter nikel mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintah yang akan menggolongkan nikel ore dengan kadar 1,8 persen sebagai salah satu komoditas yang bisa menikmati relaksasi ekspor mineral mulai tahun 2017 mendatang.
Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menyatakan bijih nikel kadar rendah dapat terserap di fasilitas pemurnian (smelter) di dalam negeri. Dibukanya keran ekspor bijih nikel tersebut membuat ketidakpastian iklim investasi smelter nikel.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencari sumber pendanaan sebesar Rp 3,5 triliun untuk membiayai pengembangan bisnis. Yakni membangun pabrik feronikel baru tahap II di Halmahera Timur.
Pelaku usaha smelter nikel mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintah yang akan menggolongkan nikel ore dengan kadar 1,8 persen sebagai salah satu komoditas yang bisa menikmati relaksasi ekspor mineral mulai tahun 2017 mendatang.
Dalam rapat di Kementerian ESDM kemarin, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan telah memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP 1/2014).
Tak hanya PT Inalum yang akan mendirikan smelter di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) di Desa Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, PT Freeport Indonesia mengaku telah menghabiskan anggaran US0 juta sejak 2010 untuk membangun fasilitas pemurnian mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur.
Pemerintah memfinalisasi aturan pelonggaran ekspor mineral olahan (konsentrat) melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Revisi aturan ini guna memberi kesempatan untuk perusahaan tambang untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).