Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatatakan evaluasi 2 perusahaan nikel yang ekspornya dilarang sementara masih terus dilakukan.
Sejak akhir Oktober lalu, pemerintah melakukan evaluasi soal ekspor nikel yang diduga terjadi pelanggaran. Hasilnya 11 perusahaan dievaluasi, 9 di antaranya dinyatakan bisa kembali melakukan ekspor.
"Belum selesai (evaluasinya)," ungkapnya singkat di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Selasa, (19/11/2019).
Sebelumnya, pemerintah mengambil langkah tegas menghentikan sementara ekspor bijih nikel. Langkah ini diambil karena banyak pelanggaran terkait ekspor bijih nikel menjelang pelarangan 1 Januari 2020 mendatang.
Pilihan Redaksi
Curhat Penambang Nikel: Harga Murah & Dugaan Kartel Smelter BKPM Buka-bukaan Soal Larangan Ekspor Nikel RI
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan para penambang menguras habis sumber nikelnya dan melakukan ekspor besar-besaran. Menurut Luhut saat ini ekrpor bijih nikel per bulan mencapai 100-130 kapal dari biasanya hanya 30 kapal per bulan.
Kondisi ini dikhawatirkan bakal merusak lingkungan. "Penyetopannya tetap 1 Januari 2020, tidak berubah. Tapi ini karena tiba-tiba ada lonjakan luar biasa sampai 3 kali target," ungkap luhut di Kantornya, Selasa, (29/7/2019).
Penghentian sementara ini sekaligus memberi waktu pemerintah unntuk mengevaluasi kebijakan. Selama ini aturannya ekspor diperbolehkan untuk produsen tambang yang memiliki smelter dan memproduksi nikel dengan kadar 1,7%. Namun, pada kenyataannya mereka yang tidak punya smelter bisa sembarangan ekspor bijih nikel. (gus/gus)