2019, Kemenperin Targetkan Operasional 18 Kawasan Industri Luar Jawa
JAKARTA – Pengembangan kawasan industri memang menjadi perhatian utama dari pemerintah Indonesia. Pasalnya, keberadaan kawasan tersebut dinilai mampu mewujudkan perekonomian yang inklusif.
Sayangnya, meskipun sudah dicanangkan sejak tahun lalu lewat Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017, mandat percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN) yang mencakup 23 kawasan industri nyatanya belum dapat terealisasi maksimal.
Asal tahu saja, dari 23 proyek kawasan industri itu, 18 diantaranya merupakan kawasan di luar Jawa. Mengingat pentingnya peranan kawasan industri bagi perekonomian di luar Jawa, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun memasang target agar pembangunan kawasan itu segera mewujud.
“Pada tahun 2019, ditargetkan sebanyak 18 kawasan industri di luar Jawa sudah dapat beroperasi, yang di antaranya saat ini 8 kawasan industri dalam tahap konstruksi dan 10 masih tahap perencanaan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, seperti dikutip dari rilisnya, Senin (17/12).
Dari penuturan Airlangga, kawasan industri yang sudah masuk tahap konstruksi itu akan dikebut pembangunannya, sehingga diharapkan rampung tahun depan. Kawasan industri yang dimaksudkan tersebar di Lhoukseumawe, Ladong, Medan, Tanjung Buton, Landak, Maloy, Tanah Kuning, dan Bitung.
Sementara itu, 10 kawasan industri yang masih tahap perencanaan adalah di Kuala Tanjung, Kemingking, Tanjung Api-api, Gandus, Tanjung Jabung, Tanggamus, Batulicin, Jorong, Buli dan Teluk Bintuni.
Untuk diketahui, hingga saat ini telah beroperasi 10 kawasan industri yang termasuk proyek strategis nasional. Ke-10 kawasan industri tersebut, berlokasi di Morowali, Bantaeng, Konawe, Palu, Sei Mangkei, Dumai, Ketapang, Gresik, Kendal, dan Banten.
Airlangga menjelaskan, kawasan industri di Jawa akan difokuskan pada pengembangan jenis industri tertentu, sedangkan pengembangan kawasan industri baru di luar Jawa diarahkan pada industri berbasis sumber daya alam dan pengolahan mineral.
“Misalnya di Sei Mangkei dan Kuala Tanjung akan menjadi klaster pengembangan industri berbasis agro dan aluminium, karena di sana ada Inalum dan industri pengolah CPO,” ujarnya.
Klasterisasi pengembangan industri tersebut, lanjut Airlangga, adalah salah satu strategi Kemenperin untuk memacu hilirisasi industri.
Airlangga mencontohkan, keberhasilan hilirasi nickel ore menjadi stainless steel di Morowali, yang dapat meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri dan menyubstitusi produk impor.
“Kalau nickel ore dijual sekitar US$40-60, menjadi stainless steel harganya di atas US$2.000. Kita sudah mampu ekspor dari Morowali senilai US$4 miliar, baik itu hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China,” paparnya.
Menurut Airlangga, hirilisasi itu juga dapat meningkatkan penerimaan devisa dari hasil ekspor, dan melengkapi rantai pasok manufaktur di Indonesia. Contoh saja Inalum, yang kini sudah memproduksi aluminium alloy dan bisa digunakan sektor otomotif untuk blok mesin.
Airlangga pun mengatakan, hilirisasi itu mampu memperdalam struktur industri di Indonesia. Dirinya memprediksi, akan ada peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas di luar Jawa sebesar 60% dibanding di Jawa. Di sisi lain, Airlangga yakin pembangunan kawasan industri dapat meningkatkan nilai investasi di Indonesia.
“Bahkan, dengan berdirinya pabrik akan menyerap banyak tenaga kerja lokal. Ini salah satu bukti dari multiplier effect aktivitas industrialisasi,” terangnya.
Sekadar informasi, hingga November 2018, realisasi investasi sektor industri mencapai Rp70,8 triliun atau 27,72% dari seluruh penanaman modal di Indonesia. Sementara, pada semester I-2018, jumlah tenaga kerja di sektor industri sudah menembus angka 17,92 juta orang.
“Sudah ada beberapa tambahan investasi. Misalnya, Posco dan Krakatau Steel sebesar US$3 miliar, dan beberapa minggu lalu Lotte melakukan ground breaking senilai US$3,5 miliar,” ungkap Airlangga.
Airlangga berharap, masuknya investasi itu dapat menjadi stimulan bagi investor lain, dan memberikan efek kepercayaan diri kepada investor untuk menanamkan investasinya tanpa mencemaskan situasi jelang tahun politik.
“Artinya, investor tidak perlu lagi menunggu, bahwa kondisi ekonomi dan politik Indonesia dinilai stabil,” tegasnya.
Bicara soal investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat jika penanaman modal dalam negeri (PMDM) ataupun asing (PMA) pada Januari-September 2018 secara keseluruhan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, mencapai 56,8% atau senilai Rp304,2 triliun. Sementara, investasi di luar Jawa sebesar Rp231,2 triliun atau setara dengan 43,2%.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, proporsi investasi di luar Jawa naik tipis sebesar 1,7%, yaitu sebanyak 49,9% atau senilai Rp230,4 triliun dari total investasi Januari-September yang mencapai Rp513,2 triliun.
Di sisi lain, Kemenperin juga bertekad untuk memfasilitasi pembangunan politeknik di kawasan industri. Upaya ini guna memudahkan perusahaan mendapatkan tenaga kerja kompeten sesuai kebutuhan zaman sekarang, terutama dengan adanya perkembangan teknologi industri 4.0.
“Kami telah memfasilitasi pembangunan Politeknik Industri Logam di Morowali dan Politeknik Industri Kimia di Cilegon,” tandasnya.
Langkah membangun kualitas sumber daya manusia ini sejalan dengan implementasi Making Indonesia 4.0, serta program prioritas pemerintah pada tahun depan yang akan melaksanakan secara masif kegiatan pendidikan dan pelatihan vokasi. (Shanies Tri Pinasthi)