a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

2021, Inalum merdeka dari impor alumina

Merdeka.com - General Manager SDM & Umum Inalum, Moh. Rozak Hudioro mengatakan saat ini perusahaan masih mengimpor alumina dari Australia dan India, yang merupakan bahan baku dari pembuatan alumunium. Padahal, Indonesia merupakan salah satu penghasil bauksit terbesar, di mana bauksit adalah bahan baku dari pembuatan alumina.

Dengan demikian, terbentuknya pabrik pengolahan (smelter) bijih bauksit menjadi alumina (Grade Alumina Refinery/SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) akan menghemat biaya produksi. Ditargetkan pada 2021 perusahaan tidak akan lagi mengimpor alumina.

"Untuk memutuskan rantai ketergantungan itu bagaimana kalau bauksit yang ada di Kalimantan Barat itu kita olah sendiri dan bekerjasama dengan Antam. Dengan teknologi China. Nanti harapannya, kami tidak membeli Alumina dari Australia lagi, tapi dihasilkan dari dalam negeri," kata Rozak di Medan, Sumatera Utara, Rabu (6/12).

Dia menambahkan, Inalum mengimpor alumina sebanyak 500.000 ton per tahun dengan harga alumina sebesar USD 400 per ton, yang berarti dalam satu tahun Inalum mengeluarkan anggaran sekitar USD 20.000 untuk kebutuhan alumina. Sehingga dengan dibangunnya smelter maka perusahaan bisa melakukan penghematan dan efisiensi.

"Paling tidak secara ini kita tidak akan mengeluarkan valuta asing. Kedua itu ketahanan nasional lebih kuat. karena bukan punya orang. Menghemat 100 persen," imbuhnya.

Tercatat, kebutuhan alumunium dalam negeri di 2016 mencapai sekitar 800.000 ton, sementara kemampuan Inalum baru sebesar 260.000 ton. Maka ke depannya, Inalum akan memperbesar produksi untuk memenuhi kebutuhan nasional.

"Dengan adanya perbaikan teknologi kita berharap 300.000 ton bisa kita dapat. Kita akan bangun smelter baru harapannya 500.000 ton 2020 dan di 2022 kita tingkatkan jadi 1 juta ton," tegas Rozak.

Diketahui, proyek pabrik smelter SGAR di Mempawah baru masuk tahap feasibility study yang ditargetkan selesai tahun depan. Setelah itu, akan dilanjutkan pembangunan fisik. Meski pabrik sudah jadi, namun belum ada pembangkit listrik, mengingat industri alumunium memakan daya listrik yang sangat besar.