3 Perusahaan Jepang Sumitomo Cs Minat Investasi Smelter RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut saat ini ada tiga calon investor dari Jepang yang menyatakan minatnya untuk terlibat dalam pembangunan proyek smelter di Indonesia.
Tiga perusahaan tersebut di antaranya Sumitomo Metal, Mitsui, dan Toyota Tsusho.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.
"Dari sekian banyak proposal dan komunikasi yang kami lakukan, terdapat juga beberapa calon investor internasional dari Jepang yang telah menyampaikan minatnya untuk terlibat pada proyek ini melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yaitu Sumitomo Metal, Mitsui, dan Toyota Tsusho," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (10/11/2021).
Dia menjelaskan, pemerintah melakukan beberapa upaya untuk mendapatkan pendanaan dari perusahaan yang bangun smelter, khususnya untuk ukuran menengah. Saat ini menurutnya ada enam perusahaan yang menyatakan berminat untuk menjadi pelaksana proyek dan telah memasukkan info memo, di antaranya:
1. PT Ceria Nugraha Indotama 2. PT Laman Mining 3. PT Macika Mineral Industri 4. PT Mahkota Konaweha 5. PT Bintang Smelter Indonesia 6. PT Dinamika Sejahtera Mandiri
"Saat ini sudah ada setidaknya ada enam perusahaan yang sudah memasukkan info memo dan kami dukung," lanjutnya.
Dia menyebut, PT Ceria Nugraha Indotama telah berhasil mendapatkan Letter of Interest Pendanaan, antara lain untuk proses RKEF akan didanai oleh bank dalam negeri, dan untuk proses HPAL didanai melalui sindikasi bank asing dan Export Credit dari ECA Finnvera asal Finlandia. Baca: 12 Proyek Smelter Bisa Mangkrak, Kekurangan Modal Rp 64 T!
Lebih lanjut dia mengatakan, sementara dari sisi sumber pendanaan telah berhasil diidentifikasi beberapa bank yang berpotensi dan berminat untuk terlibat dalam proyek smelter.
"Antara lain Bank of China dan Japan Bank of International Corporation," paparnya.
Selain itu, ada juga beberapa bank yang menyatakan tidak berencana terlibat dalam proyek smelter, di antaranya Asian Development Bank, Asian Infrastructure Investment Bank, World Bank, dan International Finance Corporation.
"Kami juga harap bank-bank nasional bantu pendanaan dengan kapasitas nasional antara lain smelter nikel Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, dalam forum yang sama, dia menyebut bahwa ada 12 perusahaan smelter yang saat ini mengalami kendala pendanaan.
Dari 12 smelter tersebut, delapan perusahaan di antaranya adalah smelter nikel.
"Masalah pendanaan ingin kami laporkan bagaimana kondisi di lapangan, setidaknya ada 12 perusahaan alami masalah pendanaan, delapan di antaranya smelter nikel," paparnya.
Dia mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk membangun smelter berkisar pada US$ 4,5 miliar atau sekitar Rp 63,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per US$).
"Adapun dana pembangunan yang dibutuhkan berkisar US$ 4,5 miliar," lanjutnya.
Mengenai masalah pendanaan, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM berupaya mencari solusi, khususnya memberikan dukungan pada perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan dukungan pendanaan.