4 Smelter Dukung Industri Baterai , Mempercepat Kendaraan Listrik
FAJAR. CO.ID, JAKARTA– Pemerintah serius mengembangkan industri kendaraan listrik di tanah air. Dukung produsen penghasil bahan baku baterai.
Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, ada empat smelter yang disiapkan mengembangkan bahan baku baterai untuk kendaraan listrik. Diharapkan mempercepat pengembangan mobil listrik. “Diharapkan bahan baku baterai tak perlu diekspor,” kata Bambang, Selasa, 3 September.
Empat smelter yang menggunakan teknologi hydrometalurgi tersebut mendorong percepatan industri mobil listrik domestik. Pabrik smelter nikel pertama, yakni Hauyue Bahadopi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Proyek yang dimiliki PT Huayue Nikel Cobalt ini memiliki kapasitas Input 11 juta ton bijih nikel per tahun. Mampu menghasilkan 60.000 ton nikel (Ni) per tahun dan 7.800 ton kobalt per tahun. Nilai investasinya USD 1,28 miliar.
Kedua, smelter QMB Bahodopi di Morowali, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas input 5 juta ton bijih nikel per tahun yang mampu menghasilkan 50.000 ton Ni per tahun dan 4.000 ton kobalt. Ketiga, smelter PT Harita Prima Abadi Mineral (HPAM). Kapasitas input sebesar 8,3 juta wet ton bijh nikel per tahun dan kapasitas output 278.534 ton dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP), nikel sulfat, dan kobalt sulfat. Terakhir, smelter PT Smelter Nikel Indonesia dengan kapasitas input 2,4 juta wet ton bijih nikel per tahun.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai bahan baku terbaik di dunia untuk meproduksi baterai lithium ion, yaitu bijih nikel kadar rendah atau yang biasa disebut limonite (kandungan nikel 0,8-1,5 persen) ini. “Pemerintah juga akan mengeluaran kebijakan baru pelarangan ekspor biji nikel per Januari 2020,” ujar Bambang. (jpg/dir)