41 Smelter Beroperasi, Indonesia Bakal Stop Ekspor Mineral Mentah di 2020
Merdeka.com - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot memastikan, ekspor mineral mentah (bijih) tidak lagi dilakukan pada 2022, seiring dengan beroperasinya fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Dia menjelaskan, seharusnya pelarangan ekspor mineral mentah dilakukan 5 tahun sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba dilakukan. Namun karena fasilitas smelter belum memadai, industri pertambangan belum siap melaksanakannya. Sehingga kebijakan pelarangan tersebut diulur sampai 2022.
"Pemerintah mengambil 2022 selesai pemurnian," kata Bambang, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Senin (8/7).
Menurutnya, seiring beroperasinya smelter yang saat ini masih dalam proses pembangunan, dengan begitu kegiatan hilirisasi mineral dapat berjalan dengan optimal. Produk mineral hasil pemurnian nantinya dapat diserap industri logam hilir dalam negeri, sehingga tidak perlu lagi mengimpor bahan baku.
"Tahun 2022 Indonesia diharapkan dapat menghasilkan produk setengah jadi, dari komoditas tembaga, nikel, alumina, besi, timah, emas, perak guna melengkapi seluruh rantai pasokan pohon industri dalam negeri," tuturnya.
Bambang mengungkapkan, pada 2022 ada 41 unit smelter yang beroperasi, terdiri dari smelter nikel sebanyak 22 pabrik, bauksit enam pabrik, besi empat pabrik, timbal dan seng empat pabrik, tembaga dan lumpur anoda masing-masing dua pabrik dan mangam satu pabrik smelter. Sedangkan saat ini, ada 20 smelter yang telah beroperasi di Indonesia terdiri dari smelter tembaga, nikel, bauksit, besi dan mangan.
"Namun masih membutuhkan smelter besi untuk meuncukupi kebutuhan dalam negeri," tandasnya.