5 Smelter HPAL Pemasok Bahan Baku Baterai Beroperasi di 2023
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia terus mendorong hilirisasi komoditas mineral agar tidak hanya gali dan jual, namun juga memiliki nilai tambah. Tak tanggung-tanggung, pemerintah bahkan mendorong pembangunan pabrik baterai mobil listrik.
Untuk membangun pabrik baterai, maka dibutuhkan pasokan bahan baku dari baterai tersebut yakni bisa berupa Mix Hydroxide Precipitate (MHP) maupun Mix Sulphide Precipitate (MSP). Produk ini merupakan cikal bakal nickel sulphate atau cobalt sulphate yang menjadi bahan baku komponen baterai.
Adapun produk MHP atau MSP tersebut merupakan hasil dari smelter nikel dengan metode High Pressure Acid Leach (HPAL).
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan saat ini terdapat lima smelter dengan teknologi HPAL tengah dibangun. Kelima smelter tersebut ditargetkan bisa operasi pada 2022 atau paling lambat pada 2023.
"Saat ini ada lima industri namanya HPAL, sedang kita gagas dan sudah mulai progress. Insya Allah pada 2022, menurut target, dan paling lambat 2023 itu sudah jadi (beroperasi) pabrik HPAL ini," tutur Yunus saat diwawancarai CNBC Indonesia pada Rabu (28/10/2020).
Dia mengatakan, pembangunan smelter HPAL ini juga berguna untuk menyerap bijih nikel kadar rendah yang selama ini tidak diserap oleh smelter-smelter yang ada. Sejumlah perusahaan smelter yang ada saat ini hanya menyerap bijih nikel kadar tinggi di atas 1,7%. Sementara banyak juga produksi nikel Indonesia yang kadarnya rendah atau di bawah 1,7%.
Bila smelter HPAL ini terbangun, maka penyerapan bijih nikel di dalam negeri diperkirakan akan mencapai sekitar 60 juta ton per tahun. Dia mengatakan, saat ini perusahaan smelter yang ada baru menyerap bijih nikel domestik sekitar 30 juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas produksi bijih nikel nasional bisa mencapai 60 juta ton per tahun.
"Saya kira itu yang sekarang sedang digagas. Ini nanti industri turunannya menjadi bahan baku baterai. Namanya nikel sulfat, kobalt sulfat," paparnya.
Dia mengatakan, total smelter mineral yang ada di Indonesia saat ini ada 19 smelter. Sementara yang masih dalam proses pembangunan ada 29 smelter dan ditargetkan rampung pada 2023. Dengan demikian, total smelter yang akan beroperasi di Indonesia pada 2023 mencapai 48 smelter.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan smelter HPAL yang tengah dalam proses pembangunan antara lain PT Halmahera Persada Legend, PT Adhikara Cipta Mulia, PT Smelter Nikel Indonesia, PT Vale Indonesia, PT Huayue, dan PT QMB. Selain smelter yang dibangun Vale, lima smelter lainnya ditargetkan mulai beroperasi pada 2021.
Dia mengatakan, rata-rata belanja modal per ton nikel sekitar US$ 19.000 per ton. Adapun total belanja modal atau investasi dari keenam smelter HPAL tersebut diperkirakan mencapai US$ 5,13 miliar atau sekitar Rp 75,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$).
"Proyek smelter HPAL merupakan proyek yang sensitif disebabkan nilai capex (belanja modal) yang besar, bahkan lebih besar daripada RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace)," ujarnya dalam sebuah diskusi tentang nikel secara virtual pada Selasa (13/10/2020).
Menurutnya, investasi untuk smelter HPAL bisa mencapai US$ 65 ribu per ton nikel, sementara RKEF hanya US$ 13 ribu per ton nikel.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia belum menguasai teknologi ini karena mayoritas dunia didominasi oleh penyedia teknologi dari Jepang seperti yang dimiliki Sumitomo dan Mitsubishi.