Wakil Ketua AP3I, Jonatan Handjojo menyatakan, HPM selalu mengacu pada harga London Metal Ecxhange (LME) dikalikan dengan rumusan dari Kementerian ESDM.
"Jadi tidak bisa menolong, Justru harga nikel semakin rendah apabila LME dikalikan rumusan ESDM," terangnya kepada KONTAN, Selasa (11/7).
Ia bilang, yang mampu menolong harga nikel hanyalah menutup kembali keran ekspor mineral mentah melalui Peraturan Menteri No. 6/2017 Tentang Tata Cara Persyaratan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
"Kalau ditutup mungkin tertolong harganya. Kalau menerapkan HPM justru akan jatuh di bawah US$ 8.000 per ton," urainya.
Asal tahu saja, harga nikel anjlok pada semester II tahun ini menjadi US$ 8.000 per ton–US$ 9.000 per ton jika dibandingkan dengan semester II tahun lalu senilai US$ 11.000 per ton. Akibat anjloknya harga itu, AP3I merilis, ada sekitar 17 smelter yang operasinya berhenti.
Asal tahu saja, Kementerian ESDM, akan menerapkan HPM pada Agustus tahun ini. HPM logam ditetapkan setiap bulan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM atas nama Menteri ESDM yang berlaku bagi 13 komoditas. Yaitu, Nikel, kobalt, timbal, seng, bauksit, besi, emas, perak, timah, tembaga, mangan, krom dan titanium.