JAKARTA. Keran ekspor mineral mentah yang dibuka kembali dianggap akan memukul telak industri smelter dalam negeri. Bahkan kalau pemerintah tidak segera melakukan langkah cepat, diperkirakan akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pada perusahaan nikel.
Jonatan Handjojo, Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) mengatakan, saat ini dari 25 smelter yang sudah selesai dibangun ada 17 smelter yang berhenti beroperasi. Penghentian operasi ini karena hancurnya harga nikel akibat dibukanya ekspor mineral mentah.
"PHK akan terjadi tidak lama lagi, itu ada (perusahaan) mau kolaps. Sekarang persoalannya menunggu itikad baik pemerintah karena ada kenakalan Kementerian ESDM yang melawan instruksi presiden terkait ekspor mineral mentah," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (11/7).
Menurutnya ada potensi PHK lebih dari 8.000 tenaga kerja. Dampaknya akan sangat besar, apalagi sudah ada anggota AP3I yang menyatakan akan gulung tikar dan akan PHK karyawannya. Oleh karenanya pemerintah harus segera melakukan langkah cepat sebelum adanya gelombang PHK.
"Kalau Indonesia menutup ekspor nikel ore itu selesai, karena sudah pasti ada perubahan harga. Kalau tidak dilakukan, jangan harap kita terbebas dari PHK karena tidak ada kegiatan kerja," lanjutnya.
Industri nikel saat ini ada tiga jenis pelaku usaha, yakni pertama 100% dimiliki pengusaha lokal, kedua smelter kecil dimiliki investor China, dan ketiga smelter besar dimiliki investor China. Dari ketiga jenis smelter tersebut, yang paling terdampak adalah smelter milik pengusaha lokal. Adapun investor China tidak terdampak karena ekspor mentah juga dilakukan ke negaranya.