AP3I Sebut Relaksasi Ekspor Bijih Nikel Desakan Smelter Jepang
Jakarta - Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menyatakan bijih nikel kadar rendah dapat terserap di fasilitas pemurnian (smelter) di dalam negeri. Dibukanya keran ekspor bijih nikel tersebut membuat ketidakpastian iklim investasi smelter nikel.
Wakil Ketua AP3I Jonatan Handojo mengatakan alasan pemerintah membuka keran ekspor nikel kadar 1,8 persen tidak masuk akal. Pasalnya, nikel kadar kurang dari 1,8 persen pun masih ekonomis digarap di smelter dalam negeri.
"Saya baru beli nikel kadar 1,4 persen. Bahkan kadar 1,2 persen juga masih bisa diproses," kata Jonatan di Jakarta, Rabu (5/10).
Jonatan menduga relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah lantaran desakan dari smelter di Jepang yang tidak mendapat pasokan bijih nikel dari Filipina. Ketiga smelter itu yakni Hyuga Sumitomo, Pamco dan Nippon Steel. Menurutnya tiga smelter nikel di Jepang itu tidak memperoleh suplai dari Filipina akibat 20 tambang nikel ditutup oleh Pemerintah setempat.
"Mereka mendesak pemerintah Indonesia dan Antam untuk suplai nikel ore kadar kurang dari 1,8 persen ke Jepang. Jenis nikel ini persis yang didapatkan dari Filipina," ujarnya.
Dikatakan dia, dibukanya kran ekspor ore nikel kadar 1,8 persen itu memang menguntungkan Antam. Namun dia meminta pemerintah memikirkan investor nikel lain yang sudah menggarap smelter di dalam negeri. Komitmen pemerintah diperlukan mengingat ekspor bijih mineral dilarang sejak awal 2014 silam.
Relaksasi ekspor nikel kadar rendah akan tercantum dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid tersebut ditargetkan rampung pada pekan depan. "Kami belum pernah dimintai pendapat atau masukan soal revisi itu," tegas Jonatan.