AP3I: Smelter lokal rugi, smelter asing untung?
JAKARTA. Kelangsungan industri smelter saat ini berada dititik nadir. Pasalnya dengan kondisi harga nikel saat ini akan banyak yang gulung tikar. Hal ini menjadi sorotan Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) yang menyatakan ada kesalahan pengaturan dan regulasi dalam industri tersebut.
Jonatan Handjojo, Wakil Ketua AP3I menyatakan, aturan yang terus berubah-ubah, membuat harga nikel terus tersungkur. Imbasnya ke perusahaan smelter, namun tidak semua perusahaan smelter mengalami kerugian. Pasalnya, smelter yang dimiliki investor asing justru girang dengan inkosistensi aturan soal ekspor mineral mentah tersebut.
Sebab saat ini investor smelter asing yang ada di Indonesia banyak didominasi dari China. Biasanya mereka juga memiliki smelter di negaranya, sehingga dengan aturan ekspor mineral mentah tersebut justru perusahaan bisa mendapatkan bahan baku murah untuk diolah. Sehingga kebijakan tersebut bisa diatasi dengan baik, sedangkan untuk perusahaan lokal sedang sekarat.
"Kalau smelter milik orang Indonesia itu sudah pasti rugi, semuanya itu macet. Padahal perusahaan smelter (China) yang datang ke Indonesia itu yang kecil-kecil," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (11/7).
Umumnya perusahaan smelter saat ini dihantui problema biaya produksi yang jauh lebih besar dibandingkan harga jual. Salah satu penyebabnya itu karena dibukanya keran ekspor mineral mentah sehingga harga menjadi turun signifikan.
Menurutnya kondisi ini tidak hanya akan berimbas pada industri smelter tetapi pada potensi pendapatan yang bisa diambil pemerintah. Sehingga jalan satu-satunya adalah perlunya revisi terkait aturan ekspor mineral mentah. Dengan begitu, harga nikel akan meningkat dan persaingan sehat antara perusahaan smelter yang beroperasi didalam negeri bisa terjadi.