Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menolak rencana pemerintah yang akan menerapkan relaksasi ekspor mineral olahan atau konsentrat di tahun 2017. Pasalnya, kebijakan relaksasi ekspor ini dinilai bertentangan dengan undang-undang (UU) No 4/2009 tentang Pertambangan Minerba.
Ketua Umum AP3I, Prihadi Santoso mengatakan batas waktu ekspor mineral olahan atau konsentrat berakhir sampai 12 Januari 2017. Hal itu tertuang dalam aturan turunan UU Minerba, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2014 dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1/2014.
“Komitmen pemerintah akan dipertanyakan publik apabila tetap menerapkan kebijakan relaksasi. Pemerintah dianggap tidak serius dan tidak mempunyai konsep yang jelas dalam merealisasikan peningkatan nilai tambah pertambangan melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian (smelter),” kata Prihadi di Jakarta, Rabu (7/9).
Untuk diketahui, pemerintah berencana menyelesaikan revisi UU No 4/2009. Melalui revisi itu, pemerintah mengusulkan klausul relaksasi ekspor konsentrat yang direncakan memiliki jangka waktu selama lima tahun.
Namun, AP3I menilai, UU Minerba tidak perlu direvisi lantaran subtansi aturan sudah cukup merepresentasikan tujuan negara yang ingin mendorong nilai tambah di sektor pertambangan.
“Menurut AP3I permasalahan bukan pada UU Minerba,” kata dia.
Prihadi mengkuatirkan, jika rencana tersebut diteruskan, iklim investasi akan terganggu. Pasalnya, kepercayaan investor kepada pemerintah bakal makin menurun.
“Selain berdampak negatif pada iklim investasi, juga perusahaan perusahaan smelter yang tidak memiliki pertambangan akan sulit mendapatkan pasokan dari dalam negeri,” pungkasnya