AP3I beberkan sulitnya membangun smelter di tengah pandemi Covid-19
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) mengungkapkan pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap industri smelter dalam negeri. Tak hanya bagi smelter yang telah beroperasi, pandemi pun menyulitkan proyek pembangunan smelter yang sedang berjalan.
Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso mengatakan banyak proyek smelter yang tertunda pengerjaannya. Sehingga kemunduran jadwal operasional menjadi suatu keniscayaan di masa pandemi ini.
Tak hanya dari sisi ketersediaan dana, ketersediaan barang dan tenaga ahli juga menjadi tantangan yang sangat serius.
Prihadi bilang, pasokan alat yang dipesan dari luar negeri tertunda pengirimannya. Begitu pun dengan tenaga ahli yang belum bisa didatangkan.
"Bahkan lintas tenaga kerja antara kabupaten atau provinsi pun sulit. Hal ini mengakibatkan beberapa proyek pembangunan smelter tertunda," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (28/6).
Tak hanya itu, Prihadi menyebut bahwa faktor eksternal seperti kestabilan ekonomi global, pasar dan harga komoditas juga sangat menentukan.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, adanya penyesuaian target dan jadwal operasional dalam beberapa tahun ke depan juga menjadi suatu keniscayaan yang tak terhindarkan.
"Penyesuaian pasti akan terjadi. Juga untuk menyesuaikan dengan demand dan supply mineral yang dibutuhkan pasar," sambung Prihadi.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak juga mengamini covid-19 sangat berpengaruh terhadap pengerjaan proyek smelter dan membuatnya menjadi terhambat.
Baca Juga: Pengembangan empat smelter tak jelas, pemerintah rombak target capaian 2022
"Barang, peralatan dan tenaga ahli yang berasal dari negara produsen teknologi mengalami keterlambatan dalam penyelesaian dan pengirimannya," terang Yunus.
Tambahan smelter baru pada tahun ini pun dipastikan berkurang dari rencana awal. Semula Kementerian ESDM menargetkan akan ada tambahan 4 smelter baru yang beroperasi di tahun ini. Namun, yang masih memungkinkan untuk bisa beroperasi tahun ini hanya ada 2 smelter.
Kedua smelter tersebut adalah smelter FeNi Aneka Tambang (Antam) dan smelter timbal PT Kapuas Prima Coal (KPC), yang dijadwalkan bisa selesai dalam periode Kuartal III atau Kuartal IV tahun ini.
"Untuk target 2020 dari 4 smelter menjadi 2, yaitu KPC dan Antam. Dua lainnya mundur ke tahun depan," sebut Yunus.
Secara keseluruhan, target capaian smelter hingga tahun 2022 pun meleset dari target. Berdasarkan hasil evaluasi atas kewajiban yang harus dilaksanakan para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Yunus mengatakan bahwa ada 4 smelter yang tidak memenuhi kewajiban dan kelanjutan proyeknya tidak jelas.
Sehingga, target dikurangi dari 52 menjadi 48 smelter. "Karena 4 smelter tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban. Tidak hanya kewajiban progresnya yang tidak terpenuhi, tapi juga kewajiban lainnya seperti laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)," ungkap Yunus.
Yunus memang tidak membeberkan secara detail proyek smelter dari perusahaan mana saja yang tidak melanjutkan pengerjaan. Yang jelas, 4 smelter itu terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi.
Saat ini, sudah ada 17 smelter yang beroperasi. Terdiri dari 11 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Berarti, masih ada 31 proyek smelter yang saat ini dalam proses pengerjaan.
Target operasional smelter yang awalnya dijadwalkan paling lambat tahun 2022 bakal mundur setahun ke 2023. Beruntung, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 atau UU Minerba yang baru masih memberi ruang untuk hal tersebut. "Sesuai UU No. 3 Tahun 2020, sampai dengan 2023," kata Yunus.