Ada WIKA & PT PP di Tender Smelter Alumina Mempawah
Bisnis.com, JAKARTA — PT PP (Persero) Tbk. dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. membentuk konsorsium dengan perusahaan China, untuk mengikuti tender proyek smelter alumina milik PT Borneo Alumina Indonesia di Mempawah, Kalimantan Barat.
Penyertaan tender yang dimaksud untuk menjadi kontraktor perekayasa, pengadaan, dan kons-truksi (engineering, procurement, and construction/EPC). PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) merupakan perusahaan patungan antara PT Inalum (Persero) dan PT Aneka Tambang Tbk.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, mengatakan dalam tender ini, pihaknya mewajibkan kedua perusahaan konstruksi pelat merah itu menggandeng pihak yang berpengalam dan ahli di bidang penghiliran mineral.
“Kedua perusahaan itu adalah PT PP dan WIKA [Wijaya Karya],” ujarnya, Kamis (9/5/2019).
Dia menjelaskan, PT PP menggandeng Shenyang Aluminum & Magnesium Engineering & Research Institute Co., Ltd. (SAMI) yang berada di bawah bendera Aluminum Corporation of China atau Chinalco—yang saat ini merupakan produsen alumina terbesar kedua di dunia
Sementara itu, imbuhnya, WIKA mengajak China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and Construction Co., Ltd. (NFC) ke dalam konsorsiumnya.
“Targetnya, groundbreaking pada Juli [tahun ini],” katanya.
Adapun, smelter grade alumina (SGA) refinery dibangun di Desa Bukit Batu, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, dan ditargetkan mulai berproduksi pada 2022.
Proyek pembangunan smelter yang akan dikelola PT BAI tersebut akan dibangun di atas lahan seluas 288 hektare di tiga desa di Kabupaten Mempawah. Smelter itu berkapasitas awal sebesar 1 juta ton SGA per tahun.
Smelter tersebut juga akan dilengkapi dengan pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 3x25 megawatt (MW). Adapun nilai investasinya diperkirakan mencapai US$850 juta.
Smelter ini memiliki kapasitas input produksi 2 jutan ton bijih bauksit. Setiap 3 ton bauksit akan diolah menjadi 1 ton alumina. Harga bauksit yang belum diolah hanya sekitar US$34 per ton dan akan melonjak menjadi US$500 per ton alumina.
Kementerian BUMN menyatakan, penghiliran komoditas tambang di dalam negeri menjadi hal yang wajib dilakukan untuk memaksimalkan nilai tambah yang bisa diperoleh.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan bahwa komoditas tambang jangan langsung diekspor tanpa melalui proses peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
“Jangan lagi kita ekspor bahan mentah seperti bauksit atau nikel, tetapi harus diolah, betul-betul menjadi barang siap pakai dan holding tambang akan memproses lebih lanjut produk-produk tambang sehingga jadi barang akhir dengan value added tinggi,” katanya, Kamis (9/5/2019).
Dia mengungkapkan, saat ini sudah ada beberapa proyek peningkatan nilai tambang melalui pembangunan smelter yang dilakukan oleh anggota holding industri pertambangan.
Rini menambahkan, beberapa di antaranya dijadwalkan akan rampung dalam 3 tahun—4 tahun ke depan.