a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Aktivitas Manufaktur Indonesia Melambat di Desember 2017

Aktivitas Manufaktur Indonesia Melambat di Desember 2017
JAKARTA – Aktivitas manufaktur Indonesia sedikit melambat pada Desember 2017, dibandingkan bulan sebelumnya. Salah satunya ditunjukkan dengan keputusan perusahaan untuk mengurangi tingkat inventori. Penurunan ekspor diperkirakan menjadi penyebabnya.

Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Asean yang dirilis Nikkei menunjukkan aktivitas manufaktur Indonesia turun ke angka 49,3. Angka ini turun tipis dibandingkan indeks pada November yang ada di posisi 50,4.

PMI Manufaktur Asean memberikan indikasi mengenai perekonomian sektor swasta dengan melacak berbagai variable seperti pembelian, ketenagakerjaan, inventori atau stok barang yang digunakan untuk produksi, serta harga.

Kondisi yang dialami Indonesia ini juga dialami oleh Malaysia. Indeks negeri jiran ini turun ke angka 49,9 atau turun marjinal dibandingkan bulan sebelumnya.

Di Asean, penurunan paling tajam dialami oleh Singapura. Pelaku manufaktur Singapura mencatat tingkat penurunan paling tajam di kawasan dibandingkan bulan November. Indeks PMI Singapura turun ke angka 44,7 pada Desember 2017.

Sementara, pertumbuhan dinikmati oleh sisa negara Asean lainnya. Filipina menikmati pertumbuhan indeks PMI selama tiga bulan berturut-turut, meskipun pertumbuhan pada bulan terakhir 2017 sedikit melambat dibandingkan November. Indeks PMI Filipina dilaporkan mencapai 54,2 pada Desember.

Vietnam mengalami pertumbuhan paling tinggi dalam tiga bulan terakhir, dengan indeks PMI pada 52,5. Raihan ini menempatkan Vietnam pada posisi kedua di Asean.

Myanmar dan Thailand mengalami pertumbuhan tipis indeks yang menunjukkan aktivitas manufakturnya. Indeks PMI Myanmar mencapai 51,1. Meski bertumbuh, namun Nikkei menyebutkan pertumbuhan yang dinikmati Myanmar lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada November. Sementara, indeks PMI Thailand berada di level 50,4.

Bernad Aw, Kepala ekonom di HIS Markit menyebutkan secara umum perekonomian sektor manufaktur Asean mengakhiri 2017 dengan catatan lemah karena kondisi bisnis secara umum stagnan pada Desember.

“Data survei Nikkei menunjukkan bahwa pertumbuhan output dan permintaan baru gagal berekspansi untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir. Dukungan dari pasar eksternal juga lemah karena penjualan ekspor turun pada akhir tahun ini,” ujar Bernard melalui siaran pers, Rabu (3/1).

Menurut Bernard yang juga penyusun survei PMI Manufaktur Asean, indikator survei lainnya menunjukkan sektor manufaktur Asean tampaknya menghadapi awal yang mengecewakan pada 2018.

“Perusahaan menurunkan aktivitas pembelian mereka dan terus mengurangi tingkat inventori. Di Samping itu, penurunan pekerjaan yang terus terjadi membebani perekrutan. Dengan demikian, tidak mengejutkan jika terjadi penurunan ketenagakerjaan pada Desember,” imbuhnya.

Fokus Hilirisasi
Sementara itu, pemerintah menargetkan industri pengolahan non-migas tumbuh 5,67% tahun ini. Beberapa subsektor diunggulkan untuk tumbuh pesat dan menggeret pertumbuhan industri pengolahan secara keseluruhan. Demi mewujudkannya, pemerintah akan fokus pada hilirisasi subsektor tersebut.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memproyeksikan subsektor yang akan memacu pertumbuhan manufaktur nasional di tahun 2018, yaitu industri baja dan otomotif, elektronika, kimia, farmasi, serta makanan dan minuman.

“Pada triwulan III tahun 2017, beberapa subsektor tersebut kinerjanya di atas pertumbuhan ekonomi. Misalnya, industri logam dasar sebesar 10,60%, industri makanan dan minuman 9,49%, serta industri alat transportasi 5,63%,” kata Menperin sesuai keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (1/1).

Menperin meyakini, sektor manufaktur masih menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional. Di antaranya melalui peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor.

“Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri,” tegasnya.

Peningkatan nilai tambah ini misalnya dilakukan oleh industri berbasis agro dan tambang mineral yang telah menghasilkan berbagai produk hilir seperti turunan kelapa sawit dan stainless steel. Jumlah ragam produk hilir kelapa sawit telah bertambah menjadi 154 produk sepanjang tahun 2015-2017 dibanding tahun 2014 sekitar 126 produk.

Sementara, pada periode 2015-2017, telah berproduksi industri smelter terintegrasi dengan produk turunannya berupa stainless steel yang memiliki kapasitas dua juta ton per tahun. Jumlah ini naik dibanding dengan tahun 2014 yang hanya mencapai 65 ribu ton produk setengah jadi berupa feronikel dan nickel matte.

Di sisi ketenagakerjaan, Kemenperin memprediksi total tenaga kerja yang terserap di sektor manufaktur sepanjang 2017 mencapai 17,01 juta orang. Angka ini naik dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 15,54 juta orang.

Sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja cukup banyak, antara lain industri makanan dan minuman lebih dari 3,3 juta orang, industri otomotif sekitar 3 juta orang, industri tekstil dan produk tekstil sebanyak 2,73 juta, serta industri furnitur berbahan baku kayu dan rotan nasional untuk tenaga kerja langsung dan tidak langsung mencapai 2,5 juta orang.

Sektor manufaktur juga memberikan kontribusi pada ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada Januari-November 2017 naik 14,25% dibanding periode yang sama tahun 2016.

Selanjutnya, industri pengolahan nonmigas masih memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan III/2017 dengan sumbangan sebesar 17,76%. Sedangkan, pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan III/2017 sebesar 5,49% atau di atas pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06%.

Selain itu, industri menjadi penyumbang terbesar dari pajak. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak dari sektor industri hingga triwulan III/2017 mencapai Rp224,95 triliun atau tumbuh 16,63% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.