Ambil Alih Freeport, JK Minta Menteri Siapkan Secara Matang
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) meminta kepada para menteri terkait untuk benar-benar mempersiapkan segala hal sebelum mengambilalih mayoritas saham Freeport Indonesia dari Amerika Serikat (AS).
Wapres JK mengaku, soal pengambilalihan perusahaan yang selama ini dikelola asing, dia tidak ingin Indonesia seperti Venezuela.
"Venezuela itu bangkrut gara-gara mereka menaturalisasi semua proyek, akhirnya investor keluar, lalu produksinya turun, ditambah dikorupsi, akhirnya Venezuela jadi seperti sekarang," kata JK di Lodge Aryaduta, Jakarta, Kamis (2/11/2017).
"Freeport sudah bekerja lama sekali di negeri kita ini, kita ingin percepat divestasinya, padahal masih banyak proyek tambang lainnya yang belum diselesaikan. Jadi soal ini (Freeport Indonesia), tidak usah terlalu cepat mengambil alih," tambah JK.
Dia meminta kepada para menterinya untuk lebih mempersiapkan kemampuan dan teknologi terlebih dahulu sebelum mengambil alih perusahaan yang selama ini menjadi milik asing.
Tidak hanya soal sumber daya manusia dan teknologi, menurut JK, Indonesia membutuhkan modal besar juga jika ingin mengambil alih Freeport Indonesia. Hal ini yang masih menjadi pertanyaan JK.
"Banyak negara yang buru-buru ambil keputusan mengakibatkan banyak orang menjadi tidak percaya dengan negeri itu sendiri. Sekarang ini kita sedang butuh banyak investasi," kata JK.
JK mengaku, saat ini jangan terlalu fokus terhadap divestasi Freeport Indonesia saja, melainkan juga harus memperhatikan berbagai proyek tambang lain yang saat ini belum juga terselesaikan. Seperti salah satunya proses pembangunan smelter.
"Bahwa kalau punya modal cukup bikin smelter saja kita selesaikan dulu, jangan terlalu cepat untuk ambil satu kebijakan. Banyak hal migas kita stagnan, kita butuh lama bangun itu semua karena kita tidak konsiten juga kadang-kadang. Ini kritikan saya juga," tutur dia. (Yas)
Tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mencatatkan prestasi pada sektor mineral dan batu bara (minerba). Salah satunya kesepakatan PT Freeport Indonesia melepas sahamnya menjadi 51 persen.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, Freeport melepas sahamnya menjadi 51 persen ke pihak nasional bukan hal yang mudah dicapai. Lantaran dalam Kontrak Karya (KK) tidak ada ketentuan pelepasan saham menjadi 51 persen.
Pemerintah pun harus melewati serangkaian perundingan dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut, hingga akhirnya Freeport mau melepas sahamnya.
"Dari prestasi, Freeport menurut saya semua orang mengakui ini prestasi pemerintah," kata Dadan, di Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Dadan menuturkan, meski saat ini pemerintah masih melanjutkan perundingan mengenai harga saham dan mekanisme pelepasan saham, hal tersebut tetap harus diakui sebagai prestasi pemerintah. Lantaran sejak Freeport menandatangani KK kedua di 1991, kepemilikan pemerintah baru 9,36 persen.
"Ini sedang proses. Freeport berkomitmen tidak menolak. Kalau harga tinggal menyamakan," ujar Dadan.
Sebelumnya, terkait perundingan Freeport, Jokowi sempat angkat bicara. Dia menganggap kealotan dalam perundingan merupakan hal yang biasa. Pemerintah Indonesia sudah tiga tahun otot-ototan (adu kekuatan) dengan Freeport dalam proses negosiasi.
"Namanya negosiasi alot ya biasa. Sudah tiga tahun kok ini otot-ototan masalah negosiasi itu," ujar dia.
Meski begitu, dia optimistis perundingan akan membuahkan hasil, menemukan jalan keluar yang dapat disepakati kedua belah pihak. Saat ini proses negosiasi hampir selesai, Jokowi menargetkan penyelesaian secepatnya.
"Ini hampir last. Saya yakin win-win-lah. Saya yakin akan selesai. Secepatnya, secepat-cepatnya. Sudah tiga tahun kita bicara ini. Tapi kan kita juga enggak mau kalau tidak dapat win-nya," tutur Jokowi.