Analis: Harga nikel tinggi belum tentu bisa menyokong Vale Indonesia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga batubara dan minyak dunia diperkirakan masih akan mempengaruhi kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada tahun ini. Hal ini patut diwaspadai karena bisa menjadi sentimen negatif bagi perusahaan.
Robertus Yanuar Hardy, analis PT Kresna Sekuritas menilai, kenaikan harga jual nikel belum sepenuhnya bisa menopang kinerja INCO pada tahun ini. Menurutnya, perusahaan masih akan menghadapi persoalan kenaikan harga batubara dan minyak. Untuk bisa mengolah nikel berkadar tinggi dan diekspor kepada Vale Canada dan Sumitomo Metal dibutuhkan bahan bakar berkadar sulfur tinggi.
“Ongkos energi berpotensi naik lebih tinggi,” terangnya kepada Kontan.co.id, rabu.
Kata Robertus, hal inilah yang patut diwaspadai perusahaan pada tahun ini. Tekanan biaya yang cukup besar dari bahan baku energi berpeluang menjadi sentimen negatif yang menahan kinerja INCO. Ia memperkirakan tahun 2018 tidak akan jauh berbeda dari tahun lalu.
Namun, saat ini masih ada sentimen postif yang menaungi INCO, yaitu tren penguatan harga nikel. Sejak pembatasan produksi dan ekspor di Indonesia dan Filipina pada tahun lalu, muncul kekhawatiran bahwa pasokan di pasar dunia akan semakin terbatas.
Ia menebak, tahun ini, rata-rata harga nikel pada tahun ini berkisar US$ 12.700-US$ 13.200 per metrik ton. Adapun, tahun lalu harga rata-rata nikel berada di level US$$ 10.550 per metrik ton.
“Selain itu permintaan dari China, Jepang dan Korea juga cenderung meningkat,” imbuhnya.
Ia merekomendasikan netral saham INCO pada harga Rp 3.200 per saham.