a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Antam Incar Tambang Emas di Myanmar dan Nikel di Filipina

AKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (Antam/ANTM) menjajaki akuisisi tambang emas di Myanmar dan tambang nikel di Filipina tahun ini. Langkah tersebut merupakan salah satu upaya perseroan dalam mencari pasar baru di luar negeri.


Direktur Utama Antam Tedy Badrujaman mengatakan, di tengah harga komoditas yang melemah, perseroan berusaha meraih keutungan dari penjualan mineral mentah (raw material). Salah satu pasar yang dituju adalah Tiongkok. Eksplorasi emas maupun nikel di Myanmar dan Filipina menjadi pertimbangan perseroan sebagai strategi alternatif.


“Tahun ini, fokus kami adalah mendapatkan revenue dengan lebih cepat. Jika kondisi pasar di Indonesia masih sama, kami akan menambang di luar negeri,” kata Tedy, usai rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) perseroan di Jakarta, Kamis (31/3).


Tedy menegaskan, Myanmar dan Filipina menjadi negara yang dituju, lantaran banyak perusahaan pertambangan asing tengah agresif berekspansi di kedua negara Asean tersebut. Pemerintah kedua negara juga tidak melarang ekspor raw material.


Namun, lanjut dia, strategi ini bukan semata-mata mengantisipasi kebijakan Pemerintah Indonesia terkait larangan ekspor raw material. Aksi ini dipertimbangkan perseroan untuk mengurangi kerugian akibat anjloknya harga komoditas. Sementara itu, Tedy belum dapat mengungkapkan kebutuhan investasi untuk kegiatan eksplorasi di luar negeri.


Selain di luar negeri, Antam juga terus mencari peluang untuk melakukan eksplorasi baru di tambang domestik. November 2015, Antam sempat menandatangani heads of agreement (HoA) dengan perusahaan penambangan emas asal Australia, Newcrest Mining Ltd. Kedua perusahaan akan mengidentifikasi peluang dan pengembangan potensi pertambangan emas dan eksplorasi mineral pengikutnya di Tanah Air.


Tahun ini, perseroan mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai US$ 160 juta. Capex tersebut akan digunakan untuk menggarap tiga proyek utama yang berkelanjutan, yaitu pabrik feronikel Haltim (P3FH), smelter grade alumina refinary Mempawah, dan proyek anode sline & precious metal refinery.


Direktur Keuangan Antam Dimas Wikan Pramudhito mengatakan, salah satu sumber ekspansi adalah penyertaaan modal negara (PMN) dari pemerintah yang telah dikantongi sejak tahun lalu. Proyek yang menjadi fokus pendanaan dari PMN adalah P3FH tahap I yang bakal berkapasitas 13.500- 15.000 TNi per tahun. Estimasi nilai proyek sekitar Rp 3,5 triliun dan ditargetkan rampung pada 2018.


“Sampai sekarang belum ada sumber pendanaan baru, kita jaga leverage jangan terlalu besar. Kami pun punya standby loan untuk modal kerja sebesar US$ 700 juta,” kata dia.


JV Freeport

Pada proyek anode slime & precious metal refinary, kata Tedy, statusnya masih dalam studi kelayakan. Belum lama ini, perseroan telah menandatangani nota kesepahaman pembangunan proyek tersebut dengan PT Freeport Indonesia & PT Smelting. Pabrik ini diperkirakan dapat mengolah 6.000 ton anode slime per tahun.


“Finalisasi pembentukan usaha patungan (joint venture/JV) Antam dengan Freeport diperkirakan terjadi pada kuartal IV-2016. Di JV ini, Antam diperkirakan mendapat bagian 30%-40%,” kata Tedy.


Tahun ini, perseroan menargetkan volume produksi feronikel sebanyak 20 ribu TNi, naik 16,2% dibanding produksi tahun lalu 17.211 TNi. Sementara itu, volume produksi emas ditargetkan sebanyak 2,4-2,5 juta ton sepanjang tahun ini, atau naik 9% dibanding produksi 2015 yang sebanyak 2,2 juta ton emas. Tahun lalu, Antam berhasil mengalami kenaikan penjualan sebesar 12% menjadi Rp 10,5 triliun, dibanding tahun 2014 Rp 9,4 triliun.


Penjualan emas berkontribusi sebanyak 70% atau sekitar Rp 7,31 triliun terhadap total penjualan. Sedangkan penjualan feronikel menyumbang 26% atau Rp 2,72 triliun. Namun demikian, beban keuangan perseroan meningkat hingga 94% menjadi Rp 246 miliar, dari Rp 126,55 miliar. Alhasil, perseroan pun membukukan rugi bersih Rp 1,44 triliun pada akhir tahun lalu, melonjak 93,67% dibanding tahun 2014 Rp 743,53 miliar.


Kerugian tersebut juga dipicu oleh pelemahan harga komoditas. Sepanjang tahun lalu, harga feronikel dan emas masing-masing anjlok 36% dan 5%. Selain itu, rugi akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut menekan kinerja perseroan.