a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Antam Ogah Bermitra dengan Tsingshan Bangun Smelter Papua Barat

Antam Ogah Bermitra dengan Tsingshan Bangun Smelter Papua Barat
Jakarta, Gatra.com – Nama perusahaan Tsingshan tidak asing di sektor tambang. Perusahaan asal Cina ini, menguasai mayoritas produksi nikel dan stainless steel di Indonesia.

Perusahaan Tsingshan menginduk pada Tsingshan Holding Group. Di Indonesia, Tsingshan telah beroperasi di dua kawasan industri, yaitu Kawasan Industri Morowali, Sulteng dan Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera.

Untuk memuluskan “segitiga” bisnisnya, Tsingshan berupaya masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, Papua Barat. Caranya dengan bermitra dengan PT Aneka Tambang tbk. (Antam), membangun smelter nikel berkapasitas berkisar 40ribu ton nikel dan 500ribu ton stainless steel per tahun.

Nilai investasinya mencapai US$1 miliar. Estimasi suplai ore mencapai 3,8 juta per tahun dengan grade 1,8 untuk jaminan suplai 30 tahun. Sayang, keinginan Tsinghsan dan Antam membentuk perusahaan patungan (joint venture/ JV) kandas. Penyebabnya, Tsingshan ngotot agar mendapat saham mayoritas di perusahaan JV.

Terhempasnya Tsingshan dari smelter Sorong bermula ketika Antam membuka seleksi terbatas tahun lalu untuk mencari mitra usaha. Selain Tsingshan, ada 8 perusahaan lain yang mengikuti lelang. Mereka berasal dari Filandia, Korea Selatan, Filipina dan Cina.

“Enam perusahaan dari Cina. Yang negara lain, satu-satu perusahaan,” kata sumber Gatra.com.

Setelah itu, kesembilan perusahaan membuat Letter of Intent (LOI) dan mengirimnya ke Antam. Dari 9 perusahaan, dipilih 4 perusahaan yang dianggap memiliki tawaran menarik. Keempat perusahaan ini lalu masuk ke tahapan management presentation.

Dalam tahapan ini, keempat peserta mempresentasikan kondisi keuangan perusahaan hingga pengalamannya di bisnis pabrik smelter. Dari empat peserta, terpilih tiga perusahaan. Setelah itu, dipilih lagi dua perusahaan.

Adapun dua perusahaan yang bertarung menjadi mitra Antam mengerucut ke Tsingshan dan perusahaan asal Filipina, Pax Libera Mining, Inc. Keduanya diseleksi berdasarkan 11 syarat yang ditetapkan Antam, seperti porsi saham mitra di perusahaan patungan harus minoritas, pengalaman di bisnis smelter, pasar, dan lainnya.

Sementara, Pax Libera sendiri merupakan perusahaan tambang yang belum pernah memiliki smelter. “Kekurangannya, pengalamannya belum di smelter,” ujar sumber tadi.

Pilihan pun menguat ke Tsingshan. Ditambah perusahaan ini disebut-sebut memiliki akses khusus ke elit pemerintah.

Antam menawarkan pembentukan dua perusahaan bersama kepada calon mitra. Pertama perusahaan di bagian hulu, dimana Antam akan mendivestasi anak usaha tambangnya yaitu PT Gag Nikel (GN), sehingga calon mitra juga memiliki saham di PT GN.

Tujuannya agar mitra ikut memastikan jaminan cadangan dan suplai ore untuk kebutuhan smelter. Sebelum merampungkan divestasi, para calon mitra pun menghitung valuasi PT GN melalui proses due diligence.

Menurut sumber Gatra.com, hasil perhitungan valuasi PT GN yang diperoleh calon mitra berkisar US$300 juta – US$400 juta. Perlu diketahui, PT GN 100% dimiliki oleh Antam.

Oleh karena itu, jika Tsingshan sepakat menerima saham minoritas yaitu sebesar 25% di PT GN, maka Antam bisa mendapat hasil dari divestasi sekitar US$ 100 juta.

Dana inilah yang rencananya akan digunakan sebagai equity participation, membentuk perusahaan JV dengan calon mitra. Alhasil, Antam tidak perlu mengeluarkan dana segar dari kas perusahaan untuk membangun smelter di Sorong.

Masalah muncul ketika ingin membentuk perusahaan JV di bagian hilir. Menurut sumber Gatra.com itu, Tsingshan ngotot memiliki saham mayoritas di perusahaan JV. Porsi saham berkisar 70%-75%. “Tsingshan sebenarnya sudah ngomong dari awal minta 70%,” katanya.

Sementara, Antam sudah mempersyaratkan bahwa porsi saham mitra di JV harus minoritas. Pasalnya, kalau sampai porsi saham Tsingshan di smelter Sorong mayoritas, maka Indonesia tidak bisa mengendalikan produksi nikel dan baja.

“Atas dasar ini, Bu Rini (Menteri BUMN) nggak merestui kawin. Bu Rini itu memikirkan nasionalisme,” katanya.

Akhirnya, karena tetap ngotot ingin mayoritas, Tsingshan ditolak jadi mitra Antam membangun smelter Sorong. Pengumuman ini disampaikan pada medio Februari lalu.

Direktur Keuangan Antam, Dimas Wikan Pramudhito, membenarkan penyebab tidak adanya pemenang dalam seleksi, karena calon mitra ngotot memiliki saham mayoritas di smelter Sorong.

“Terms yang diminta Antam belum bisa dipenuhi. Sesuai dengan mandat holding pertambangan, (Antam) harus mayoritas,” katanya di InterContinental Jakarta Pondok Indah, (11/03).

Dimas membebeberkan, bahwa Antam akan melakukan lelang ulang secepatnya untuk mencari mitra membangun smelter di sorong.

“Dari beauty contest tersebut, sekarang itu untuk calonnya lagi belum. Tapi kita masih meramu apa hasil evaluasi beauty contest kemarin. Dan kami akan buka beauty contest berikutnya,” katanya.

Kritikan datang dari pendiri Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I), Jonatan Handoyo. Menurutnya, jika Antam memaksakan saham mayoritas di perusahaan JV smelter Sorong, akan menimbulkan kesan anti investasi.

“Apalagi dananya dari investor, tapi Antam minta saham mayoritas. Itukan pola papa minta saham. Mana ada investor yang mau dikibulin,” ujarnya ketika dihubungi Gatra.com.

Menurut Jonatan, untuk membangun smelter dengan kapasitas besar, Antam memang harus menggaet mitra. Karena pembangunan smelter kapasitas 40 ribu ton nikel membutuhkan capital expenditure (Capex) yang tidak sedikit.

“Jikapun Antam mau mengelola sendiri, harus punya dana dan teknologi. Dan ini yang terpenting, yaitu SDM sendiri karena sudah menolak para investor yang berminat,” ujarnya.