a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Antam fokus di proyek pengolahan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Demi mencari nilai tambah bisnis, PT Aneka Tambang Tbk mengawal sejumlah proyek hilirisasi pertambangan. Salah satu agenda strategis mereka adalah mengoperasikan kembali pabrik chemical grade alumina (CGA) di Tayan, Kalimantan Barat pada 1 September 2018 mendatang.

Selanjutnya, Antam berharap pabrik CGA Tayan yang mengolah bauksit menjadi alumina tersebut bisa berproduksi kembali mulai November 2018. Hanya, perusahaan berkode saham ANTM di Bursa Efek Indonesia itu tak secara spesifik membeberkan target volume produksi.

Perlu diketahui, hampir setahun pabrik CGA Tayan berhenti berproduksi. "Proyek ini kan, hampir setahun operasinya dihentikan, karena ada negosiasi juga yang harus dilakukan partner kami," terang Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk kepada Kontan.co.id, Sabtu (2/5).

Untuk memuluskan niat, Aneka Tambang atawa Antam menekan conditional share purchase agreement (CSPA) berupa pembelian 20% saham Showa Denko K.K (SDK) Jepang di PT Indonesia Chemical Alumina. Indonesia Chemical merupakan perusahaan patungan antara Antam dan SDK yang mengelola pabrik CGA Tayan.

Penandatanganan CSPA terjadi pada 29 Mei 2018 lalu. Antam menargetkan transaksi pembelian 20% saham Indonesia Chemical terealisasi pada Agustus 2018. Kalau transaksi itu terwujud, Antam akan memiliki 100% saham Indonesia Chemical.

Sekadar kilas balik, bisa dibilang Indonesia Chemical menempuh perjalanan bisnis yang tak mudah sejak awal berdiri. Informasi dalam laporan keuangan Antam per 31 Maret 2018 menyebutkan, awalnya Antam, SDK, Straits Trading Amalgamated Resources Private Limited (STAR) dan Marubeni Corporation (Marubeni) mendirikan Indonesia Chemical pada 31 Maret 2006.

Menurut kesepakatan, estimasi biaya proyek CGA Tayan sekitar US$ 257 juta. Untuk memperoleh pendanaan dari kreditur, hingga 31 Desember 2007 Indonesia Chemical harus dapat memenuhi kondisi seperti jumlah biaya proyek tidak boleh melebihi US$ 450 juta.

Pada 31 Desember 2007, Indonesia Chemical gagal memenuhi beberapa persyaratan. Akibatnya, STAR dan Marubeni menarik ekuitas masing-masing pada 12 Agustus 2008 dan 30 Juli 2010. Pada 31 Agustus 2010, Indonesia Chemical diamandemen sehingga komposisi kepemilikan sahamnya menjadi 80% Antam dan 20% SDK. Adapun kontruksi pabrik CGA Tayan selesai pada tahun 2014.

Proyek-proyek lain

Proyek hilirisasi pertambangan Antam yang lain adalah pabrik feronikel di Halmahera Timur yang merupakan kongsi dengan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). Sejauh ini, proses pembangunannya sudah mencapai 61%.

Pabrik feronikel di Halmahera Timur memiliki kapasitas produksi 13.500 ton nikel per tahun. "Diharapkan pada akhir 2018 sudah selesai tahap konstruksi, kami berharap tahun 2019 operasi," tutur Arie.

Proyek hilirisasi pertambangan lain yakni smelter grade alumina di Kalimantan Barat berkapasitas 1 juta ton alumina. Antam mengerjakan proyek tersebut bersama dengan induk usaha yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Ada pula rencana pembangunan smelter feronikel di Pulau Gag, Papua Barat. Manajemen Antam sedang dalam tahap mencari mitra bisnis. Saat ini, empat calon mitra sudah mengajukan diri. Tiga calon mitra asal Filipina dan satu asal China.

Sambil mengawal proyek hilirisasi pertambangan, Antam, mengejar produksi 2 ton emas dan penjualan 24 ton emas tahun ini. "Untuk capex tahun 2018 sekitar Rp 3 triliun," ujar Arie.