Jakarta, Marketmover – Direktur Utama PT Timah Tbk, M Riza Pahlevi Tabrani, menjelaskan, perseroan sedang menjaga kesinambungan usaha dan antisipasi persaingan bisnis timah pada masa mendatang.
Karena itu, menurut M Riza, PT Timah telah melaksanakan groundbreaking pembangunan smelter baru berteknologi EPCC TSL Furnace Ausmelt untuk mengembangkan teknologi terbaru dalam pemurnian dan pengolahan timah, di Muntok Bangka Barat, 30 Januari 2020. Smelter baru dengan teknologi Ausmelt ini lebih efisen dari sisi biaya produksi dan proses pengolahannya.
“Proyek smelter Ausmelt kita upayakan untuk dapat selesai tepat waktu. Smelter ini akan memberikan PT Timah keunggulan kompetitif berupa monetisasi cadangan bijih timah dengan grade yang lebih rendah serta biaya produksi yang lebih efisien dan lebih ramah lingkungan,” ujar M Riza dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Selain berharap pada proyek smelter Ausmelt, menurut M Riza, PT Timah berupaya mengejar efisiensi biaya di semua lini produksi untuk menekan beban produksi dan beban usaha perusahaan.
“Beban bahan baku, misalnya, telah dicapai kesepakatan dengan pihak ketiga untuk kompensasi yang lebih ekonomis, seiring juga telah dilakukan efisiensi di beberapa lini operasi dan produksi,” kata M Riza.
PT Timah, menurut M Riza, juga mengoptimalkan arus kas untuk menjaga kesehatan posisi keuangan sekaligus mengurangi beban bunga.
“Selama kuartal I 2020, perusahaan telah secara bertahap melakukan de-leveraging dengan mengurangi posisi utang berbunga, di samping re-profiling utang bank baik dari jenis mata uang hingga jadwal pelunasan,” jelas M Riza.
Pasar Timah Dunia
Sementara itu, harga logam timah dunia selama 2019, terutama di Semester II 2019, mengalami tekanan akibat perang dagang antara dua negara adidaya Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China (RRC) yang tidak berkesudahan.
Imbasnya, konsumen industri pengguna logam timah mengalami penurunan penjualan yang pada gilirannya memengaruhi permintaan logam timah.
Salah satu contoh adalah penjualan semiconductor. Berdasarkan data Semiconductor Industry Association, penjualan semiconductor global selama tahun 2019 turun sekitar 12% secara Year on Year (YoY).
Data dari International Tin Association (ITA) menunjukkan perkiraan produksi logam timah dunia selama 2019 sekitar 334,4 ribu ton. Kondisi ini menunjukkan penurunan sekitar 7% YoY.
Dari sisi konsumsi, ITA memperkirakan konsumsi logam timah dunia global selama 2019 sebesar 342,8 ribu ton atau 7% YoY lebih rendah dibandingkan 2018.
Selama 2019, harga rata-rata logam timah dunia yang tercatat di London Metal Exchange (LME) terkoreksi menjadi US$ 18.569/metrik ton (MT) atau sebesar 7% YoY (2018: US$ 20.134/MT).
Secara kuartal, harga rerata logam timah dunia di kuartal IV 2019 turun 3% menjadi US$16.697/MT dibandingkan US$ 17.146/MT pada kuartal III 2019.
PT Timah Tbk dengan kode saham TINS memiliki kapitalisasi pasar Rp 3,60 triliun. Dalam perdagangan Rabu (15/4/2020), harga saham TINS ditutup melemah minus 3,74%, dari harga Rp 535, merosot ke harga Rp 515. Sebanyak 12,98 saham TINS ditransaksikan 1,41 kali di BEI dengan nilai Rp 6,36 miliar. (mm3)