a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Apa Benar RI Kelebihan Pasokan Listrik? Ini Penjelasan PLN

Apa Benar RI Kelebihan Pasokan Listrik? Ini Penjelasan PLN
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan penggunaan listrik mandiri (captive power) karena adanya kelebihan pasokan listrik dari PT PLN (Persero).

Hal tersebut sesuai dengan permintaan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melalui surat tertanggal 18 September 2020.

Dalam suratnya ke Kepala BKPM, Erick meminta agar Kepala BKPM mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PLN, seperti membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power. Hal ini menurutnya dikarenakan saat ini terdapat kelebihan pasokan listrik, terutama di sistem Jawa-Bali.

Lantas, seberapa besar kelebihan pasokan listrik dari PLN saat ini?

Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN Agung Murdifi mengatakan bahwa banyaknya pembangkit listrik yang baru beroperasi sejak 2017 mengakibatkan pasokan semakin besar, di mana cadangan daya sampai saat ini telah mencapai 30%. Dengan kata lain, imbuhnya, pasokan daya yang dimiliki PLN berkapasitas 130% dari kebutuhan.

"Hal ini membuat PLN siap untuk menjadi penggerak roda ekonomi. Besarnya cadangan daya listrik yang dimiliki PLN dapat dimaksimalkan pelanggan untuk mengembangkan kegiatan bisnis mereka," tuturnya kepada CNBC Indonesia pada Senin (05/10/2020).

Dia mengatakan, dalam lima tahun terakhir telah terjadi perubahan signifikan dalam pemenuhan kebutuhan listrik pelanggan. Pada 2015 sebanyak 11 dari 22 sistem kelistrikan besar, mengalami defisit. Akibatnya, lanjutnya, pada waktu itu seringkali terjadi pemadaman listrik bergilir, karena daya yang tersedia masih lebih rendah dari kebutuhan pelanggan.

Dia pun mengakui hal itu menyebabkan kegiatan ekonomi terhambat dan banyak permintaan penambahan daya yang tidak dapat dipenuhi, sehingga perekonomian juga kurang berkembang.

"Namun pada 2017 seluruh sistem kelistrikan sudah tidak mengalami defisit. Daya di seluruh sistem telah tercukupi," ujarnya.

Dalam kondisi pandemi Covid-19, menurutnya kinerja dan pelayanan listrik perseroan kepada pelanggan tetap terjaga dengan baik. Bahkan, lanjutnya, PLN mengalami surplus atau cadangan di seluruh sistem. Oleh karena itu, menurutnya PLN dalam kondisi siap untuk memasok kebutuhan listrik pelanggan, termasuk perusahaan-perusahaan yang selama ini menyediakan listrik dari pembangkitnya sendiri (captive power).

"PLN memastikan bahwa kebutuhan daya yang diperlukan oleh setiap perusahaan yang selama ini mengoperasikan pembangkit sendiri dapat dipenuhi dari daya yang dimiliki dan dikelola oleh PLN," tuturnya.

Dia mengatakan, langkah tersebut juga akan memberikan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan/ permintaan listrik yang dikelola oleh PLN, mengingat dalam lima tahun terakhir, pemerintah mencanangkan program 35.000 mega watt (MW), yang membuat pasokan listrik PLN sekarang dalam kondisi berlebih dibandingkan beban atau konsumsi pelanggan.

Terkait penyusunan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2020-2029, dia pun mengatakan perseroan mempertimbangkan tiga aspek penting yakni:
1. Kapasitas infrastruktur ketenagalistrikan yang telah/ sedang dibangun dan sudah masuk dalam sistem PLN,
2. Proyeksi kebutuhan/ permintaan listrik nasional, termasuk kebutuhan yang menurun signifikan akibat pandemi Covid-19,
3. Kemampuan pendanaan, baik yang bersumber dari APBN maupun dari keuangan PT PLN (Persero).

Hal tersebut sama seperti yang diminta Menteri BUMN kepada Menteri ESDM dalam surat tersebut.

Dengan kondisi tersebut dan menyikapi surat Menteri BUMN kepada beberapa kementerian terkait yang telah menjadi bahan diskusi dan pembicaraan para pemangku kepentingan (stakeholder), menurutnya PLN siap untuk mendukung kebijakan yang diambil pemerintah.

"PLN juga siap untuk menyediakan kebutuhan listrik para pelaku industri dan bisnis di Indonesia, sehingga para pelaku usaha dapat memfokuskan pada core-business yang dijalankan," tuturnya.

Dia pun menambahkan, "PLN memastikan penyediaan listrik yang berkualitas sesuai dengan standar industri dan kuantitas yang dibutuhkan, termasuk apabila para pelaku usaha memiliki rencana untuk pengembangan bisnis yang memerlukan tambahan daya listrik."

Sebelumnya, Wakil Komite Tetap Industri Hulu & Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja menyebut bahwa langkah yang diambil pemerintah untuk membatasi perusahaan menggunakan pasokan listrik mandiri dan harus membeli dari PLN ini kurang tepat, karena sudah semestinya PLN lah yang melakukan langkah-langkah extraordinary untuk membenahi kinerja internal mereka.

Achmad menyayangkan PLN yang masih menggunakan solar untuk pembangkit, karena menurutnya seharusnya PLN sudah beralih ke gas. Menurutnya, tidak ada signifikansi besar yang harus memaksa industri beralih ke listrik PLN. Apalagi sebelumnya, imbuh Achmad, semua izin swastanisasi atas persetujuan PLN.

Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan tentu saja pelaku usaha harus mengkaji baik-baik hal ini karena ini terkait dengan ketersediaan infrastruktur dan juga pasokan listrik yang dapat diandalkan dalam jangka panjang.

Menurutnya, ini bakal menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang sudah berinvestasi membangun pembangkit listrik sendiri serta sudah masuk ke tahap operasional.

Sementara itu, bagi perusahaan yang sedang membangun smelter, menurutnya kemungkinan kebijakan ini akan memberikan opsi energi yang baik. Hal ini dikarenakan ongkos dalam membangun tidak murah.

Sementara itu, PT Indonesia Morowali Industrial Park, selaku perusahaan pengelola kawasan industri smelter nikel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah menuturkan awal mula perusahaan memiliki captive power atau membangun pembangkit listrik sendiri karena saat awal perusahaan ingin mendirikan kawasan industri ini pihak PLN menyatakan tidak mampu memenuhi pasokan listrik kawasan industri ini.

CEO PT IMIP Alexander Barus mengatakan pada 2013 perusahaan telah meminta PLN untuk memasok listrik ke kawasan IMIP tapi PLN pada waktu itu tidak dapat penuhi karena ketersediaan sumber belum cukup dan tidak ada transmisi tegangan tinggi ke Morowali.

"Akhirnya IMIP membangun PLTU sendiri untuk kebutuhan listriknya (captive power)," tuturnya.