Asosiasi: Investor Smelter Bauksit Masih Banyak dari China
Jakarta, CNBC Indonesia- Setelah nikel, muncul wacana pelarangan ekspor komoditas mineral bauksit oleh pemerintah. Upaya ini dilakukan dalam rangka mendorong hilirisasi, sehingga tercipta nilai tambah. Namun selama ini fasilitas pengolahan atau smelter nikel di Indonesia didominasi oleh investasi dari China.
Apakah hal ini akan kembali terjadi untuk hilirisasi bauksit?
Menanggapi hal ini Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno mengakuiinvestor bauksit nampaknya masih akan banyak datang dari China. Tapi bukan artinya Indonesia mesti anti investasi dari negeri tirai bambu tersebut.
Ia mengatakan kita tidak boleh anti dengan investor asing. Karena menurutnya negara maju pun mengundang orang asing untuk kepentingan mengolah bahan baku di dalam negeri.
"Bukan berarti undang orang asing dikuasasi asing. Kita perlu saling terbuka, kalau enggak susah dapat investornya," ungkapnya, Rabu, (18/12/2019).
Saat ini, imbuhnya, tidak bisa lagi melihat China sebagai orang lain, karena yang perlu dilakukan adalah menjaga investasi mereka, sehingga keuntungan bisa didapat. Dirinya mencontohkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mengajak bicara asosiasi nikel hingga terjalin kesepakatan bijih nikel yang tidak diekspor akan diserap di dalam negeri dengan harga internasional.
"Bauksit juga akan gitu kalau kita lihat kebijakan akhir. Cita-cita bangun negara jangan lagi model ego sektoral, kita lihat untuk bangsa ini apa? ," tanyanya.
Menurutnya untuk menarik investor masuk ke dalam negeri yang diperlukan adalah kepastian, seperti perpanjangan izin smelter. Menurutnya pembangunan smelter baru akan balik modal 30 tahun. Perpanjangan bisa dilakukan 2 kali dalam 10 tahun.
"Dalam undang-undang bunyinya bisa diperpanjang, kalau nggak bisa diperpanjang? ini perlu kepastian, supaya yang menanam dapat keuntungan," imbuhnya. Dengan adanya kepastian, investor akan banyak yang datang ke Indonesia. (gus/gus)