Asosiasi Smelter Minta Jokowi Setop Ekspor Mineral Mentah
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan pelonggaran atau relaksasi ekspor mineral dan batubara (minerba) melalui pengambilan keputusan final hari ini, Selasa (10/1) di kantornya
Jonatan Handojo, Wakil Ketua AP3I menekankan, relaksasi ekspor minerba hanya akan membuat pemerintah melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, yang melarang ekspor mineral mentah sejak 2014 lalu. UU mengamanatkan seluruh perusahaan tambang untuk mendirikan smelter paling lambat lima tahun sejak peraturan tersebut diundangkan.
"Kami meminta kepada Presiden RI untuk tetap konsisten menjalankan dan menyelamatkan amanah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dari upaya pemberian relaksasi ekspor mineral ore atau bijih," ungkap Jonatan, dikutip Selasa (10/1).
Selain bertentangan dengan UU Nomor 4 Tahun 2009, AP3I menilai, relaksasi ekspor minerba hanya akan membuat negara merugi. Sebab, minat investor asing dalam memberikan suntikan dana diperkirakan akan 'seret' usai pemerintah resmi memberlakukan aturan tersebut.
Relaksasi akan mencerminkan sikap pemerintah Indonesia yang tak konsisten dan terlalu mudah mengubah peraturan. Padahal sebaliknya, dunia usaha sangat membutuhkan aturan yang konsisten untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.
"Relaksasi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor yang telah menanamkan modalnya di Indonesia serta berpotensi untuk memberikan sentimen negatif ke sektor lainnya, termasuk perbankan Indonesia," imbuh Jonatan.
Di sisi lain, keputusan pemerintah terkait relaksasi akan sangat mempengaruhi indeks harga logam dunia. Pasalnya, gelombang pro dan kontra yang bergulir sejak rencana relaksasi disuarakan oleh pemerintah menimbulkan polemik yang berimbas ke harga logam.
Harga Logam
Bahkan, jelang pengambilan keputusan yang akan diambil oleh Presiden Jokowi di bulan ini, harga logam dunia langsung terkoreksi sejak memasuki tahun 2017. Menurut AP3I, merujuk indeks harga logam di bursa London Metal Exchange (LME), harga nikel terkoreksi sekitar 8,57 persen dari US$11.100 ton pada November-Desember 2016 lalu menjadi US$10.148 ton di awal Januari 2017.
Untuk itu, AP3I meminta pemerintah mempertimbangkan ulang niat pemberian relaksasi ekspor minerba kepada perusahaan yang memiliki kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian minerba atau smelter.
Kemudian, AP3I juga meminta Presiden Jokowi segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) pengganti PP Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.
"Agar tidak terjadi kekosongan landasan hukum bagi kelanjutan operasional usaha pertambangan dan pengolahan mineral (smelter) di dalam negeri setelah berakhirnya batas waktu ekspor mineral pada tanggal 11 Januari 2017," kata Jonatan.
Untuk diketahui, hari ini, Presiden Jokowi akan memutuskan aturan baru yang akan diberlakukan pemerintah kepada perusahaan tambang di Indonesia. Dalam rencananya, pemerintah berniat memberikan relaksasi ekspor minerba dengan ketentuan sebagai berikut.
Pertama, pemerintah akan memberikan izin ekspor mineral mentah kepada perusahaan tambang yang berkomitmen membangun smelter. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merekomendasikan pengecualian ekspor untuk enam mineral, yakni nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium.
Kedua, perusahaan tambang yang memiliki izin Kontrak Karya (KK) perlu mengubah izinnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) agar bisa melaksanakan ekspor. Bila telah memiliki IUPK, perusahaan tambang diberi batas waktu perpanjangan IUPK minimal lima tahun sebelum kontrak berakhir.
Ketiga, perusahaan tambang yang diberi izin ekspor harus membayar bea keluar kepada negara sesuai dengan besaran tarif yang saat ini masih dihitung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Keempat, perusahaan tambang wajib melakukan pemurnian nikel kadar rendah yang mana aturan ini akan dimasukkan ke dalam revisi Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2015 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Kelima, perusahaan tambang dapat melaksanakan divestasi saham melalui skema penawaran umum (Initial Public Offering/IPO) di bursa saham. (gen)