BATAN Dorong 'Go Nuklir', Kalbar Jadi PLTN Pertama?
SLEMAN, KRJOGJA.com - Pemanfaatan teknologi nuklir di berbagai bidang telah dirasakan masyarakat, misalnya bidang pertanian, industri, kesehatan, dan lingkungan. Namun pemanfaatan teknologi nuklir untuk energi, hingga kini belum dirasakan oleh masyarakat Indonesia meskipun berbagai upaya penyiapan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) telah dilaksanakan, misalnya studi tapak dan studi kelayakan untuk wilayah Jepara dan Kepulauan Bangka telah selesai.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai lembaga pemerintah yang salah satu tugasnya adalah melakukan pendayagunaan iptek nuklir, terus berupaya melakukan penyiapan terhadap berbagai aspek pendukung program nuklir untuk energi. Salah satu upaya tersebut yakni melakukan pemetaan terhadap para pemangku kepentingan yang terkait dengan program pemanfaatan teknologi nuklir untuk energi.
Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan pihaknya bersama beberapa pemangku kepentingan telah berupaya menyonsong era pemanfaatan teknologi nuklir untuk industri. “Kita sudah menyusun peta pemangku kepentingan. Pihak swasta yang paling siap adalah industri non nuclear island, misalnya industri pembuat turbin, sipil, dan teknologi non reaktor lainnya,” ungkapnya pada wartawan dalam temu pers Kamis (25/10/2018).
Dari sisi infrastruktur, Djarot mengklaim bahwa Indonesia telah siap untuk memasuki go nuclear termasuk di dalamnya Sumber Daya Manusia (SDM). Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dengan regulasinya pun diakuinya juga siap mengawal pemanfaatan teknologi nuklir untuk energi.
“Memang selama ini belum ada kebijakan go-nuclear dari pemerintah, sehingga pihak swasta masih enggan untuk menuju industri nuclear island. Tetapi paling tidak, kami sudah mengajak para stakeholder untuk berdiskusi agar mereka bisa cepat beradaptasi bila kelak Indonesia menyatakan go-nuclear,” tandasnya.
Kondisi wilayah Indonesia yang rawan bencana khususnya gempa, menjadikan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembangunan PLTN, karena pada dasarnya fasilitas nuklir dibangun harus mengedepankan faktor keselamatan yang tinggi. Untuk itulah menurut Djarot, pihaknya selalu menyarankan untuk memanfaatkan lokasi sebagai calon tapak PLTN yang potensi gempanya rendah seperti Kalimantan, Kepulauan Bangka Belitung, atau di wilayah Jawa bagian utara.
“Dalam hal ini BATAN bukan sebagai lembaga yang berwenang untuk membangun PLTN, namun BATAN hanya memberikan dukungan teknologi dan penyiapan terkait dengan studi tapak dan studi kelayakan. Untuk itulah dalam menyampaikan kepada para stakeholder, BATAN berprinsip bahwa inisiatif harus dari calon pengguna, bukan dari BATAN,” tambahnya.
Sementara Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi mengaku pihaknya telah cukup lama mendorong pemerintah untuk menetapkan kebijakan go nuclear. Namun, tampaknya realisasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tak akan terwujud dalam waktu dekat mengingat Indonesia memasuki tahun politik.
“Sementara memang dipending karena dikhawatirkan menjadi bahan serangan dari orang-orang anti nuklir. Tapi tahun depan, siapapun presiden terpilih tampaknya siap merealisasikan program go nuclear ini,” ungkapnya.
Kurtubi menilai PLTN sangat cocok dibangun di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) yang saat ini sumber energi listriknya sebagian masih impor dari negara tetangga. Tak hanya itu, Kalbar juga dinilai lokasi pas karena saat ini peraturan di mana tambang harus memiliki smelter didorong juga memunculkan industri hilir di lokasi yang sama.
“Kalbar sangat cocok mungkin sekalian dimunculkan sebagai daerah perdana adanya PLTN. Industri yang nantinya ada sebagai konsekuensi pertambangan membangun smelter ini harus mendapat suplai listrik yang stabil 24 jam sehari, nuklirlah yang bisa menjadi solusi,” imbuhnya. (Fxh)