Begini Proyeksi PwC Soal Proyek Pembangkit pada 2019
Binsis.com, JAKARTA — PricewaterhouseCoopers (PwC), perusahaan jasa keuangan global, memproyeksikan pelaksanaan tender proyek pembangkit listrik pada 2019 akan lebih selektif.
Proyeksi perlambatan proyek pembangkit pada tahun depan dipicu beberapa hal, seperti pertumbuhan konsumsi listrik di bawah target dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Oleh karena itu, pembangunan pembangkit listrik pada 2019 akan diprioritaskan untuk proyek strategis.
Agung Wiryawan, Partner Advisory Capital Projects & Infrastructure PwC, memperkirakan bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan menunda pengadaan sejumlah proyek pembangkit listrik yang menjadi porsi pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) karena kondisi tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Proyek pembangkit listrik dikelompokkan ke dalam dua bagian. Pertama, pembangkit listrik yang dibangun sendiri oleh PLN. Kedua, pembangkit listrik yang dibangun oleh pengembang listrik swasta, yaitu melalui lelang terbuka.
“Mempertimbangkan kondisi saat ini, kemungkinan akan lebih selektif karena dipicu tekanan nilai tukar rupiah. Kami melihat pengadaan [tender proyek pembangkit listrik] tahun depan akan lebih memprioritaskan proyek-proyek strategis,” ujar Agung dalam acara Launch Power In Indonesia: Investment and Taxation Guide di Jakarta, Rabu (7/11).
Sepanjang tahun ini, PwC melihat aktivitas pengadaan proyek pembangkit swasta mengalami perlambatan. Hal itu, katanya, disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi listrik tidak sesuai dengan target.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018—2027, asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik turun menjadi 6,87%. Padahal, target pertumbuhan listrik pada RUPTL 2017—2026 sebesar 8,3%.
Penurunan target pertumbuhan konsumsi listrik tersebut otomatis memangkas rencana kapasitas proyek pembangkit listrik sebesar 28%.
Target kapasitas terpasang listrik di Indonesia pada 2018 turun menjadi 56.000 megawatt (MW) dari sebelumnya 78.000 MW.
Pengurangan target kapasitas listrik itu membuat beberapa proyek pembangkit harus ditunda sehingga menjadi salah satu tantangan bagi pengembang listrik swasta.
Bahkan, tidak hanya pembangkit listrik konvensional (berbahan bakar fosil seperti pembangkit listrik tenaga uap, pembangkit listrik tenaga gas, dan lainnya), pemerintah juga menunda proyek pembangkit energi baru dan terbarukan.
Penundaan juga meliputi proyek-proyek pembangkit yang digarap oleh anak usaha PLN, yakni PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali. Proyek kedua anak usaha PLN yang ditunda itu antara lain tujuh PLTU mulut tambang yang sudah ditenderkan pada akhir 2017.
“Kami tidak melihat high profile tender proyek IPP selama 2018. Ini menunjukkan adanya perlambatan proyek IPP, salah satunya karena kondisi surplus [suplai listrik], khususnya di Pulau Jawa,” katanya.
Menurutnya, kondisi pelemahan rupiah juga menjadi salah satu pemicu pelambatan proyek IPP tahun ini karena pemerintah berupaya menekan impor komponen listrik.
ENERGI TERBARUKAN Di sisi lain, Agung memproyeksikan tahun depan proyek energi baru terbarukan akan lebih berpeluang bagi para pengembang listrik swasta.
Kendati masih terdapat sejumlah isu mengenai kelayakan perbankan, dia optimistis bahwa peluang proyek energi baru terbarukan semakin prospektif seiring dengan upaya pemerintah yang gencar mendorong pengembangan energi ramah lingkungan.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman sebelumnya sudah memperkirakan bahwa asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik pada tahun depan masih terjaga pada kisaran 6%.