Begini kata Dirjen Minerba soal proyek smelter Freeport yang masih jauh dari target
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyelesaian proyek smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) masih jauh dari target. Dari rencana progres smelter tembaga 10,5%, realisasi pengerjaan di tahun lalu hanya mencapai 5,86%.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, pihaknya masih terus melakukan pengamatan di lapangan. Saat ini, proyek smelter tembaga PTFI sudah dalam penyiapan lahan, uji-uji geoteknik dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
Dari progres tersebut, serapan biaya yang sudah dikeluarkan untuk proyek smelter tembaga yang berlokasi di JIIPE, Gresik, Jawa Timur itu sebesar US$ 159,92 juta.
Selain proyek smelter tembaga, PTFI juga membangun smelter pengolahan logam mulia atau precious metal refinery (PMR). Hingga tahun lalu, pembangunan proyek ini pun masih jauh dari target.
"Capaian dari target 14,29% tetapi terealisasinya baru 9,79% dengan anggaran (serapan investasi) hampir US$ 20 juta," kata Ridwan dalam paparan realisasi kinerja Minerba 2020 dan rencana 2021 secara daring, Jumat (15/1).
Smelter PTFI pun menjadi sorotan setelah pada tahun lalu manajemen Freeport menyebut penyelesaiannya bisa mundur dari target dengan dalih adanya pandemi Covid-19.
Merujuk pada Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang terbit pada Desember 2018 lalu, smelter PTFI seharusnya selesai pada Desember 2023.
Mengenai hal itu, Ridwan menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengejar penyelesaian target sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 alias UU Minerba. Dalam beleid tersebut, smelter harus selesai 3 tahun setelah UU itu diundangkan. "Jadi semua harus selesai pada tahun 2023," sebut Ridwan.
Namun, pemerintah pun tak menutup kemungkinan untuk memberikan kelonggaran. Ridwan bilang, jika dalam perkembangannya ada kendala yang menghalangi proyek tersebut, maka pihaknya bakal mempertimbangkan penyesuaian target operasional smelter.
"Jika ada hal-hal perkembangan, tentunya kita tidak menutup mata. Artinya target kami bukan menghukum, bukan untuk menggagalkan, target kami adalah membangun smelter. Kami fokus pada waktu yang sudah ditentukan, namun jika ada perkembangan kita tentunya tidak menutup mata," terang Ridwan.
Lalu, mengenai peluang kerjasama PTFI dengan Tsingshan Stell China, Ridwan menekankan bahwa peluang itu masih terbuka. Sayangnya, dia tak membeberkan sudah sejauh mana proses pembahasan kerjasama tersebut.
"Rencana kerjasama PTFI dengan perusahaan lain memang dibuka, dalam perjanjian. Ada dua anak kalimat penting yang kami gunakan sebagai acuan. Pertama, PTFI wajib membangun smelter baru. Kedua, boleh membangun sendiri, boleh bekerjasama," jelas Ridwan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian EDM Yunus Saefulhak mengungkapkan bahwa hampir semua perusahaan yang sedang melakukan pembangunan smelter telah melakukan penyesuaian rencana. Alasannya, karena terdampak pandemi covid-19.
"Delivery alat-alat terganggu. Tenaga kerja juga terganggu. Hampir semua (melakukan penyesuaian), bauksit, nikel, tembaga," ungkap Yunus.
Kendati begitu, Ridwan Djamaluddin menegaskan, pihaknya tetap akan mengejar target agar bisa terwujud 53 smelter pada tahun 2024. "Perkembangan ini bergeser sedikit dari rencana, akibat pandemi covdi-19. badan usaha menyesuaikan rencana kerja. Namun dengan target akhir masih sama, pada akhir 2023 semuanya harus terbangun dan beroperasi," pungkas Ridwan.