Berstatus BUMN Termuda, Inalum Miliki PLTA Sendiri
PT Inalum merupakan BUMN termuda yang dimiliki Indonesia saat ini. Sebelumnya, Inalum berdiri dari PMA (Penanaman Modal Asing) investor Jepang sebanyak 58 persen. Tapi sejak Desember 2013, Inalum dimiliki oleh pemerintah Indonesia 100 persen.
Kegiatan usaha Inalum adalah mengoperasikan pabrik alumunium yang mengelola alumina menjadi alumunium. Alumunium ini sendiri bersumber dari biji bauksit yang cadangannya sangat besar dimiliki Indonesia. Sayangnya, Indonesia belum memiliki tempat refinery (pemurnian) alumina sehingga bahan baku alumunium harus impor.
Direktur Utama PT Inalum, Winardi Sunoto, mengungkapkan, Inalum yang berada di Sumatera Utara memiliki PLTA sendiri untuk menjalankan operasi alumunium smelter. Hal ini karena industri alumunium adalah industri yang paling boros menggunakan energi listrik.
"Satu ton alumunium itu memerlukan sekitar 14 ribu kilowatt hour. Jadi, kalau 1 kilowatt misalnya Rp 1000, biaya listriknya sendiri sudah Rp 14 juta dalam 1 ton alumunium," kata Winardi dalam forum BUMN 2016, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis, (3/11).
Sejak menjadi BUMN, prioritas pasar Inalum adalah pasar domestik. Dulu, pada saat masih dimiliki Jepang, 60 persen alumunium diekspor ke Jepang dan 40 persen untuk di dalam negeri.
"Sejak jadi BUMN, semaksimal mungkin kita jual ke dalam negeri," kata Winardi.
Pasar alumunium dalam negeri sekitar 800 ribu ton per tahun. Inalum memproduksi hanya sekitar 260 ribu ton per tahun. Artinya, Indonesia masih banyak mengimpor alumunium, sehingga potensi industri alumunium masih sangat terbuka lebar dengan probabilitas cukup baik saat ini.
Pada tahun 2025, perkiraan demand di Indonesia sekitar 1,36 juta ton. Namun di saat itu, diperkirakan produksi Indonesia baru bisa mencapai 1 juta ton, dengan asumsi Inalum melakukan ekspansi pada tahun 2021 meningkat menjadi 500 ribu ton, dan pada 2025 menjadi 1 juta ton.
"Artinya masih ada kesenjangan besar antara kebutuhan dan suplai," urainya.
Ke depan, Inalum akan terus melakukan pengembangan. Untuk meningkatkan produksi menjadi 1 juta ton, Indonesia membutuhkan sumber energi yang cukup besar, diperkirakan 1.500 megawatt. Industri alumunium yang boros energi, mengharuskan lokasi smelter berada di lokasi yang dekat dengan sumber energi murah. Karena itulah Inalum akan membangun lagi pabrik di Kalimantan Utara, untuk meningkatkan kapasitas produksi alumunium.
"Dengan PLTA berpotensi cukup besar, maka Inalum akan mendapatkan sumber energi listrik besar dengan harga kompetitif. Saya rasa akan ada investor yang bangun PLTA di sana (Kaltara)," demikian Winardi.