Bos Besar Freeport Lobi Pemerintah RI, Berharap Proyek Smelter Dibatalkan
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah berkali-kali menyampaikan permintaan untuk menunda pembangunan smelter. Mitra FCX yang juga pemegang saham mayoritas PTFI, PT Inalum (Persero) juga telah menyampaikan hal serupa. Keinginan tersebut diutarakan lantaran adanya pandemi COVID-19, sehingga pembangunan yang semula ditarget rampung 2023, diproyeksikan mundur menjadi 2024. Richard menilai, pembangunan smelter hanya akan menguras biaya dan tak cukup ekonomis. Langkah tersebut tidak menguntungkan terlebih lagi dalam situasi merebaknya pandemi COVID-19.
Atas dasar itu, ia membuka opsi agar Freeport bisa terus mengekspor konsentrat tembaga, tak perlu membangun smelter baru. Langkah ini dinilai juga menguntungkan pemerintah Indonesia karena ada pendapatan negara dari Bea Keluar (BK) konsentrat tembaga.
"Saya menyampaikan PTFI, dipimpin Kementerian BUMN dalam pembahasan internal dengan pemerintah, akan terlibat dalam pembayaran biaya ekspor untuk itu. Manfaatnya, kita tidak perlu membangun proyek konstruksi baru yang besar, dan manfaat finansialnya juga sangat positif bagi pemerintah," jelas Richard dalam keterangan tertulis yang dikutip kumparan, Rabu (28/10). Bos Besar Freeport Lobi Pemerintah RI, Berharap Proyek Smelter Dibatalkan (1) CEO Freeport-McMoRan Inc, Richard Adkerson. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan Dia menilai keputusan tersebut selain mengurangi beban perusahaan, juga menguntungkan pemerintah Indonesia di tengah masalah ekonomi yang muncul akibat COVID-19.
Ia juga menyinggung soal pembangunan smelter sebagai komitmen yang mesti diambil Freeport pada tahun 2018 demi mencapai kesepakatan dengan pemerintah Indonesia. Padahal kala itu, FCX sudah mengutarakan bahwa pembangunan smelter tersebut tidak menguntungkan semua pihak secara ekonomis. "Namun, untuk mencapai kesepakatan pada tahun 2018, kami harus berkomitmen untuk melakukan itu. Jadi keputusan benar-benar ada di tangan pemerintah, tapi manfaat finansial bagi ini cukup signifikan," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, juga sudah mengungkapkan pendapat senada. Ia menilai sebetulnya pembangunan smelter itu tidak menguntungkan bagi perusahaan dan negara. Alasannya, karena nilai tambah dari harga jual konsentrat ke tembaga katoda hanya 5 persen. "Itu komitmen dari PTFI (untuk mendukung hilirisasi) walaupun pembangunan smelter tembaga bukan proyek menguntungkan," kata dia dalam media briefing PTFI pada 17 Agustus 2020.