Bupati Dr Musyafirin : Tanpa Smelter, Pemerintah Tak Tahu Potensi Emas PT AMNT
“Masyarakat lingkar tambang” Tambang telah menjadi magnet bagi banyak orang untuk mendekat. Pundi-pundi yang dihasilkan dari tambang menjanjikan kesejahteraan. Namun, tak dapat dipungkiri, hasil tambang masih dinikmati oleh pihak-pihak tertentu, yaitu mereka yang memang terlibat langsung dalam kegiatan pertambangan. Pihak-pihak seperti investor, kontraktor, karyawan tambang, atau sebagian kecil masyarakat yang bersinggungan langsung dengan dunia tambang telah mencicipi manisnya hasil tambang. Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak terlibat? Adakah hasil tambang yang dapat mereka nikmati?
Kabupaten Sumbawa Barat dikenal memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik itu berupa kandungan minyak dan gas, mineral, hutan, maupun kekayaan laut. Melalui mekanisme desentralisasi fiskal, hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut dibagihasilkan ke pusat dengan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan pemerintah daerah sebagai daerah penghasil . Kita mengenal adanya Dana Perimbangan, yaitu dana dari APBN yang ditransfer ke pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam menyediakan layanan publik kepada masyarakat.
Ada tiga komponen utama Dana Perimbangan, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH). DAU diberikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah di mana penggunaannya ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. DAK merupakan dana yang diberikan untuk membiayai kegiatan tertentu di daerah yang menjadi prioritas nasional, biasanya berupa proyek fisik seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, infrastruktur jalan, dan irigasi. DBH dibagi menjadi dua jenis, yaitu DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (DBH SDA). DBH Pajak berasal dari setoran para wajib pajak sementara DBH SDA berasal dari pemanfaatan sumber daya alam di daerah yang disetor ke pemerintah pusat dan dibagikan kembali ke daerah penghasil secara proporsional.
DBH SDA selalu menjadi isu sensitif, terutama bagi daerah-daerah yang kaya dengan sumber daya alam seperti Aceh, Papua, atau Kalimantan Timur. Hasil bumi yang diperoleh melalui kegiatan pertambangan itu menjadi tumpuan daerah dalam membiayai kebutuhannya menyediakan layanan publik bagi masyarakat. Melalui undang-undang, negara menjamin adanya bagi hasil yang adil dan proporsional antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah sebagai penghasil.
Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Keberadaan sebuah tambang tembaga dan emas bernama tambang PT Aman Mineral Nusa Tenggara ( AMNT ) di ujung barat Pulau Sumbawa ini menjadi perhatian banyak pihak dengan kepentingan masing-masing. Tambang Batu Hijau dikelola oleh PT AMNT Setiap tahun perusahaan ini menghasilkan konsentrat sebagai output akhir. Selanjutnya, konsentrat dijual kepada pihak lain untuk diolah di smelter negara lain hingga dihasilkan produk turunannya.
Sebagai konsekuensi atas kontrak karya yang ditandatangani tahun 1986 dengan pemerintah, PT NNT memiliki kewajiban menyetorkan keuntungan hasil operasinya kepada negara dalam bentuk iuran tetap (landrent) serta iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty). Iuran tetap adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah. Sementara royalti adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Pundi-pundi hasil tambang itu dibagikan kepada pemerintah daerah dengan prinsip by origin. Artinya, daerah penghasil mendapatkan porsi bagi hasil lebih kecil. Sementara daerah lain dalam provinsi yang bersangkutan mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu. Secara geografis tambang Batu Hijau berada di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat. Dengan demikian, Kabupaten Sumbawa Barat memperoleh proporsi pembagian DBH SDA lebih besar dibandingkan dengan sesama kabupaten atau kota lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Bupati Sumbawa Barat, H.W.Musyafirin menegaskan sesungguhnya, pemerintah daerah dan masyarakat lebih membutuhkan Smelter ketimbang PT.Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
“ Pemerintah terus berupaya mendorong terwujudnya pembangunan fasilitas pemurnian(smelter). di Kabupaten Sumbawa Barat Sejak 12 Januari 2014, pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor sepanjang perusahaan tambang tidak mau membangun smelternya sendiri “ kata Bupati Menurutnya, AMNT adalah operator tambang, hanya menghasilkan konsentrat lalu di jual. Namun, negara mengeluarkan aturan bahwa perlu ada sarana prasana pengolahan dan pemurnian atau Smelter untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang. pembangunan smelter berupa fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel di Benete tidak hanya menguntungkan bagi industri tambang di dalam negeri, tetapi memberikan nilai tambah serta “multiplier effects” berupa tumbuhnya lapangan pekerjaan baru, serta munculnya industri-industri terkait.
Bupati menyebutkan sesuai UU Minerba perusahaan tambang diwajibkan untuk membangun smelter atau pabrik pengolahan dengan tujuan bukan hasil tambang mentah yang dipasok ke pasar, tetapi sudah produk jadi untuk memberikan nilai tambah bagi daerah dan negara.
“ jika smelter dibangun di Sumbawa Barat , pengolahan dan pemurnian mineral dapat dilakukan di daerah dan membuka lapangan pekerjaan baru
Bupati menegaskan, hasil tambang tak boleh dikeluarkan dalam bentuk mentah. Jadi negara yang sesungguhnya lebih butuh. Maka itu, kata Musyafirin, perlu fasilitas pengolahan hasil agar ada nilai tambah dari produksi pertambangan untuk negara dan rakyat. Smelter dalam industri pertambangan merupakan bagian dari produksi. Mineral yang diperoleh dari hasil tambang, biasanya masih bercampur dengan material bawaan dari perut bumi. Sedangkan material tersebut bukanlah bahan yan dibutuhkan untuk menghasilkan logam yang diinginkan. Sehingga, material tersebut harus dibersihkan dan dimurnikan pada smelter. Smelter juga berfungsi untuk meningkatkan kandungan logam hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku dari produk akhir.
Menurutnya, banyak daerah lain berebut ingin membangun smelter di daerahnya. Sumbawa bahkan tawarkan 500 hektar gratis asalkan bangun Smelter. Sekali lagi, kepala daerah menegaskan yang paling berkepentingan dengan keadaan Smelter adalah pemerintah pusat, daerah dan rakyat kita sendiri. “Jangan di balik balik, kita yang butuhkan Smelter,” ujarnya.
Kepala daerah berharap kita semua ikut berjuang dan berupaya agar optimalisasi smelter bisa benar benar dilaksanakan 100 persen. Baginya, tidak ada pilihan bagi kita selain menyambut era industrialisasi. Sebab, menurut Bupati,ini satu satunya peluang kita untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi selain industrialisasi. Menurutnya, sekarang era, 4.0. era digitalisasi.
Bupati mengakui tak tahu menahu mengenai potensi emas PT AMNT. Hal ini disinyalir karena perusahaan tambang tersebut tidak memiliki fasilitas pengolahan (smelter).
“Kalau ada smelter, kami tahu apa saja isi konsentrat. Selama ini, kami tidak tahu berapa banyak emas di dalam, untuk itu Pemerintah daerah ngotot mengajukan Kecamatan Maluk sebab representasi karena infrastrukturnya mendukung. Saya kawal dengan pak Kapolres dan Dandim agar rakyat jangan dirugikan. Begitu juga jika rakyat diuntungkan, maka tak perlu di tahan tahan,” katanya, lagi.
Musyafirin juga meminta jika ada pengeboran demi survey, sebaiknya di dukung agar mereka bekerja dengan baik dan fokus. Pemerintah meminimalisasi lokasi pembebasan lahan dikawasan padat pemukiman penduduk. Tapi, ia pastikan daerah pesisir Benete pasti akan di relokasi.
Kepala daerah juga menyinggung bahwa karyawan AMNT harus tebar manfaat bagi masyarakat lainnya. Menurutnya, tidak perlu karyawan tinggal di Town Site, silahkan berbaur dan tinggal di masyarakat. Tenaga kerja tak boleh di isolasi namun biarkan membaur. “Management saya kira terus memikirkan ini,” demikian, Bupati. ( ADVERTORIAL/ Edi Chandra )