a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Cerita Granit dan Marmer yang Berlomba Pamor dan Estetika

Cerita Granit dan Marmer yang Berlomba Pamor dan Estetika
JAKARTA - Secara geologis, letak Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng besar, yaitu Eurasia, Australia dan Pasifik. Kondisi ini pada satu sisi menyebabkan potensi bencana di Indonesia terbilang cukup tinggi akibat dari aktivitas lempeng-lempeng tersebut. Di sisi lain, potensi bencana itu menyimpan keuntungan. Akibat dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut, akan terjadi pergerakan pulau-pulau dan struktur batuan yang beragam.

Berbagai jenis dan umur batuan batuan yang bervariasi itu membuat wilayah Indonesia kaya dengan sumber daya mineral. Sebut saja di antaranya, mineral logam, seperti emas, tembaga, perak besi, kromit, timah dan sebagainya. Begitu pula dengan mineral nonlogam. Belerang, marmer, granit, batu gamping, adalah di antaranya. Kekayaan ini punya manfaat bagi kehidupan manusia.

Ditilik dari proses, barang tambang mineral baik logam maupun nonlogam terbentuk akibat aktivitas magma. Magma merupakan larutan silikat atau pembentuk mineral, yang berasal dari dalam bumi.

Magma mengandung banyak unsur kimia baik berupa logam, semilogam maupun nonlogam (gas). Proses pembentukan mineral dapat berupa proses kristalisasi magma, sublimasi, metasomatisme kontak, dan hidrothermal.

Selain akibat pembentukan magma, mineral juga terbentuk akibat pelapukan batuan. Baik secara fisik misalnya, pasir kuarsa, ataupun hasil pelapukan secara kimia misalnya fosfat. Hasil pelapukan diangkut dan diendapkan di tempat lain.

Potensi dan cadangan bahan galian nonlogam ini di Indonesia cukup banyak. Sekaligus menyebar hampir merata di seluruh wilayah. Galian nonlogam itu meliputi batu gamping, bentonit, dolomit, felspar, granit, kaolin, pasir kuarsa, zeolit, dan lain sebagainya. Mineral nonlogam banyak terkandung di negeri zamrud khatulistiwa ini adalah marmer dan granit yang merupakan bahan pelengkap yang termasyur dalam industri bangunan.

Kepala Balai Penelitian Teknologi Mineral Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Drizal Fryantoni menegaskan kekayaan alam ini. “Potensi batuan nonlogam sangat banyak,” ujarnya meyakinkan, kepada Validnews, Jumat (11/1).

Marmer sendiri, dikenal dalam sejarah perkembangan kebudayaan Eropa. Marmer menjadi material utama yang sering digunakan dalam berbagai desain, mulai dari arsitektur, prasasti, relief, patung dan berbagai desain tableware, sejak zaman keemasan Yunani Kuno, Romawi, Persia, India dan masa peradaban klasik lainnya.

Marmer atau juga dikenal sebagai batu pualam merupakan batuan kristalin kasar yang berasal dari metamorfosa komposisi batu gamping atau dolomit. Batuan eksotrik ini terbentuk akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang dihasilkan gaya endogen, yang menyebabkan proses rekristalisasi pada batuan gamping. Proses rekristalisasi struktur material batu gamping (dolomit) membentuk tekstur dan keteraturan baru yang disebut marmer, onyx, granite dan beberapa jenis lain.

Temuan Belanda
Tak usah melihat Eropa untuk tahu batuan ini. Indonesia sendiri merupakan daerah kategori penghasil marmer berkualitas tinggi dengan usia diperkirakan berumur sekitar 30 sampai 60 juta tahun. Persebaran daerah penghasil marmer tersebar di beberapa wilayah, di antaranya yang cukup besar adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Kalimantan, Bangka, Kupang dan Sulawesi.

Saat ini, daerah Tulungagung masih menjadi salah satu penghasil marmer tertua di Indonesia yang masih aktif berproduksi. Selain itu, Makassar, Maros dan Pangkep di Sulawesi Selatan, merupakan penghasil marmer dengan potensi industri produk marmer terbesar dan terproduktif.

Tulungagung menjadi penghasil marmer tertua di Indonesia dan Sulawesi Selatan menjadi penghasil marmer terbaik saat ini. Sejarah pengrajin marmer Tulungagung dimulai saat marmer ditemukan pada tahun 1934 oleh penjajah Hindia Belanda di sebuah Desa Besole Kecamatan Besuki.

Sejarah Tulungagung mencatat wilayah tersebut sebagai sebutan Under-District Wajak. Sejak dulu sudah sering tercatat bahwa pertambangan marmer pertama itu terletak di Desa Wajak, Tulungagung. Setelah terjadi pemekaran pada 1972, desa-desa mulai melepas diri dari cakupan wilayah Under-District Wajak.

Marmer dan granit mulai dipertimbangkan dalam lingkup hunian masyarakat modern mengakar dari peradaban Indonesia kuno yang juga tidak kalah dengan bangsa lain. Walaupun tidak banyak latar penggunaan marmer pada masa lampau, pemikiran dan selera masyarakat mulai mengikuti era globalisasi menjadi kelebihan marmer Tulungagung.

Salah satu perusahaan yang bergerak dalam produksi marmer adalah PT Citatah Tbk. Korporasi ini cukup kondang sebagai penghasil marmer di Indonesia. Saat ini tercatat PT Citatah memiliki beberapa lokasi pertambangan marmer, yaitu Pangkep (Sulawesi Selatan), Karawang, dan Bandung (Jawa Barat).

Berdasarkan laporan tahunan 2012, pasar besar perusahaan ini adalah dalam negeri. Ini adalah buah strategi pada saat sektor perumahan domestik sedang kuat. Gayung bersambut. Permintaan batu marmer dalam negeri terus meningkat. Jumlah penjualan domestik dari semua material batu mencapai Rp119.806 juta dari pendapatan sebelumnya tahun 2011 yang hanya sebesar Rp59.626 juta.