DIVESTASI FREEPORT : Proses Diyakini Masih Panjang
JAKARTA—Kendati kesepakatan divestasi PT Freeport Indonesia ditargetkan tercapai pada April 2018, prosesnya hingga selesai dieksekusi diperkirakan masih panjang.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan proses divestasi tersebut berbeda dengan hanya membeli hak partisipasi saja. Prosesnya pun diperkirakan masih panjang.
"Prosesnya masih panjang. Kita Tunggu saja. Yang jelas, proses divestasi itu berbeda dengan membeli participating interest," katanya kepada Bisnis, Minggu (11/3).
Adapun dalam perundingan yang tengah berlangsung, PT Inalum (Persero) berencana membeli hak partisipasi Rio Tinto sebesar 40% di Freeport Indonesia yang akan dikonversi terlebih dahulu menjadi saham.
Apabila Inalum resmi menjadi pemegang saham Freeport Indonesia, maka tantangan besar telah menanti untuk beberapa tahun ke depan.
CEO Freeport-McMoRan Inc., induk usaha Freeport Indonesia, Richard C. Adkerson menyatakan penambangan di tambang terbuka grasberg telah memasuki fase yang sangat akhir. Artinya, dalam dua hingga tiga tahun ke depan, produksi Freeport Indonesia bakal turun seiring berakhirnya penambangan di tambang terbuka Grasberg.
Proses transisi ke tambang bawah tanah pun akan menaikkan produksi secara bertahap. Sementara itu, investasi pengembangan tambang bawah tanah pun masih akan tinggi.
Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan negosiasi terkait pembelian hak partisipasi yang akan dikonversi terlebih dahulu menjadi saham tersebut tidak melibatkan pihaknya. Adapun PT Inalum bernegosiasi langsung dengan Rio Tinto.
"Tidak ada pembahasan antara Inalum dan PTFI [Freeport Indonesia] dalam pengalihan participating interest Rio Tinto. PTFI mendukung pemerintah untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto," tuturnya.
Riza menambahkan Freeport Indonesia pun tidak berunding langsung dengan Inalum terkait proses divestasi saham tersebut secara umum. Dia menyatakan pihaknya bernegosiasi dengan pemerintah.
Adapun divestasi menjadi salah satu isu pokok yang dibahas dengan pemerintah terkait kelanjutan operasi Freeport Indonesia. Kedua belah pihak juga membahas masalah stabilitas investasi jangka panjang, pembangunan smelter, dan perpanjangan operasi.
"Kami hanya berunding dengan ESDM, Kemenkeu, juga Kementerian BUMN. Empat isu tersebut [yang dibahas] secara keseluruhan," tuturnya.
Adapun pembelian hak partisipasi Rio Tinto dalam rangka memenuhi kewajiban divestasi 51% Freeport Indonesia akan mengurangi dampak langsung terhadap Freeport-McMoRan yang saat ini menguasai 91,64% saham, secara signifikan. Pasalnya, dengan mengambil hak partisipasi Rio Tinto, maka Freeport-McMoRan hanya perlu melepas sahamnya sedikit lagi.
Seperti diketahui, melalui kerja sama dengan Freeport-McMoRan yang pada 1996, Rio Tinto ikut berinvestasi dalam pengelolaan Tambang Grasberg di Papua dengan hak partisipasi sebesar 40%.
Hingga akhir 2021, Rio Tinto memiliki hak 40% apabila produksi mencapai level tertentu. Setelah itu, jatah 40% Rio Tinto akan dihitung dari seluruh produksi atau pendapatan Freeport Indonesia.
Jika hak partisipasi Rio Tinto itu berubah menjadi 40% saham di Freeport Indonesia, maka kepemilikan Freeport-McMoRan sebesar 81,28% akan terdilusi menjadi 48,768%, sementara anak usahanya, PT Indocopper Investasma, dan pemerintah Indonesia yang memiliki saham sebesar 9,36%, akan terdilusi menjadi 5,616%.
Terkait hal itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan apabila skema ini yang diambil, pihak nasional tinggal membeli saham Rio Tinto dan Indocopper Investama. Dengan demikian, kepemilikan nasional akan memenuhi ketentuan sebesar 51%. (Lucky L. Leatemia)