Komisi VII DPR menyambut gembira sikap tegas pemerintah menolak permintaan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Karena, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut, dinilai tidak kooperatif di dalam menjalin kerja sama.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengungkapkan, belum lama ini Komisinya mengunjungi Gresik, Jawa Timur, lokasi yang direncanakan Freeport akan dibangun pabrik pengolahan (smelter ).
"Kita cek ke Gresik sampai saat ini belum ada kegiatan apa-apa di sana. Ini menunjukkan mereka belum merealisasikan janji dan kewajibannya membangun smelter," kata Dito kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Selain mengunjungi lokasi, Dito mengungkapkan, dirinya juga menemui Bupati Gresik Sambari Halim untuk menggali informasi. Halim bercerita, kerja sama dengan Freeport baru sekadar menandatangani Memorandum of Understanding. Dan pelaksanaannya pun tidak jelas.
Selain menolak perpanjangan kontrak, Dito berharap, pemerintah perlu mengambil sikap tegas lainnya. Karena, Freeport sudah banyak mendapatkan kemudahan, tetapi tidak bersikap baik terhadap pemerintah.
Menurut Dito, pemerintah sudah memberikan kelonggaran izin ekspor konsentrat, tetapi Freeport sampai saat ini belum juga menyetorkan uang jaminan 530 juta dolar AS untuk pembangunan smelter.
Selain itu, Freeport memberikan harga penawaran pelepasan saham (divestasi) yang tidak masuk akal. Padahal, divestasi merupakan kesepakatan yang mereka harus dilakukan. "Freeport memasukkan penghitungan saham dengan memasukkan nilai aset hingga 2041. Itu namanya ngeyel," cetusnya.
Seharusnya, lanjut Dito, Freeport menghormati Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2013 soal metode penghitungan. Dalam hitungan itu, nilai divestasi hanya 630 juta dolar AS, bukan 1,7 miliar dolar AS seperti yang diajukan Freeport. "Pemerintah sudah menghitung, tetapi mereka tidak mau kompromi. Mereka harus sadar sedang berada di Indonesia," ingatnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memperingatkan Freeport untuk tidak terus mendesak pemerintah segera memberikan kepastian perpanjangan kontrak.
"Freeport tidak usah lah desak-desak kita. Kita ini negara berdaulat," tegas Luhut.
Luhut menerangkan, soal perpanjangan kontrak sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam PP itu sudah diatur dengan jelas bahwa perpanjangan operasi paling cepat bisa diajukan dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum masa operasi habis.