JAKARTA — PT Freeport Indonesia menyebut saat ini masih mennyelesaikan 6 instruksi sanksi administratif dan 2 rekomendasi yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menjabarkan dalam dokumen yang diterbitkan oleh BPK, ada 8 rekomendasi yang dismpaikan kepada perusahaan. Sementara nilai potensi kerugian sebesar Rp185 triliun itu adanya di alasan dilakukannya audit didasarkan perhitungan IPB dan pembukaan lahan dari satelit lapan.
“Jadi bukan audit yang dilakukan BPK. Menurut kami itu bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami. Kalau audit kan dia datang dia periksa. Bukan temuan audit disitu pun disebutkan angka ini masih dikonsultasikan dengan KLHK,” katanya, Selasa (17/10/2018).
Menurutnya laporan BPK yang memberikan 8 rekomendasi itu diterbitkan itu sejak 2017 awal, dan dia menjamin semuanya sesuai amdal dan izin gubernur soal pemanfaatan sungai untuk tailing, serta beberapa perizinan bupati menggikat pada 2005, serta SK 431 yang saat dilakukan audit masih berlaku.
Dari 8 rekomendasi itu, 6 telah selesai, dan ada dua hal terkait Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) yang menurutnya sudah siap diterbitkan KLHK, dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Perusahaan lanjut dia sudah memasukkannya beberapa tahun lalu namun masih diminta untuk mengubah dan menmabah luasannya, sehingga PTFI baru memasukkannya kembali pada September tahun lalu. “Mestinya juga nggak ada masalah,” imbuhnya.
Selain itu terkait sanksi administratif dari 30 instruksi, sebanyak 24 perintah, kata dia, sudah selesai, sedangkan 6 perintah masih butuh waktu dengan KLHK yang dalam proses perbaikan sehingga memerlukan waktu. Enam hal itu beberapa item yang berada dalam dokumen evaluasi lingkungan hidup, yang sudah disampaikan sejak 2 tahun--3 tahun lalu.
“Kalau dokuman DELH-nya atau semacam bagian dari izin lingkunga keluar, 6 itu selesai."