Dapat setoran dividen Rp 2,76 triliun, ini yang akan dilakukan Inalum
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selaku induk dari holding industri pertambangan BUMN, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mendapatkan setoran dividen sebesar Rp 2,76 triliun. Nilai itu didapat dari setoran tiga anggota holding, yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA, anggota indeks Kompas100), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM, anggota indeks Kompas100) serta PT Timah Tbk (TINS, anggota indeks Kompas100).
Rinciannya, penyumbang terbesar dibukukan oleh PTBA dengan setoran dividen senilai Rp. 2,44 triliun, disusul Antam dengan Rp 198,93 miliar dan TINS dengan Rp 120,88 miliar.
Jumlah itu belum termasuk setoran dividen dari PT Freeport Indonesia (PTFI) pada tahun buku 2018. Kala itu, porsi kepemilikan Inalum di PTFI belum memperhitungkan divestasi 51,23% saham yang dilakukan pada 21 Desember 2018.
Kendati demikian, Inalum menerima dividen yang cukup jumbo, yakni sebesar US$ 180,3 juta, atau sekitar Rp. 2,57 triliun. Meski sayangnya, selama dua tahun setelah itu, atau hingga 2020 Inalum akan puasa dividen dari PTFI.
Saat dihubungi Kontan.co.id, Sekretaris Perusahaan Inalum Rendi A. Witular menyampaikan, pihaknya akan mengalokasikan setoran dividen tersebut untuk tiga keperluan. Yakni untuk setoran dividen ke pemerintah, sebagai pendanaan untuk proyek-proyek hilirisasi, serta untuk membayar cicilan kupon obligasi yang dipakai membiayai divestasi PTFI.
"Untuk dividen ke pemerintah, proyek-proyek hilirisasi, plus cicilan kupon obligasi," kata Rendi, Sabtu (27/4).
Untuk besaran setoran ke pemerintah, Rendi masih enggan menyebutkan detailnya. Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR RI pada September 2018 lalu, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengusulkan supaya nilai setoran dividen untuk negara pada tahun 2019 menjadi hanya sebesar Rp. 1 triliun atau turun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,9 triliun.
Setoran dividen yang lebih mini itu lantaran Inalum memerlukan dana untuk sejumlah keperluan, seperti proyek hilirisasi dan cicilan pembayaran global bond. Hanya saja, Rendi mengatakan bahwa besaran tersebut masih bisa berubah. "Ini masih dikaji kembali," ungkap Rendi.
Sementara itu, untuk proyek-proyek hilirisasi, Rendi menyebutkan setidaknya ada tiga proyek yang tengah menjadi fokus holding. "Yang jelas untuk Proyek di Mempawah, Gasifikasi dan upgrade smelter di Kuala Tanjung," sambungnya.
Proyek-proyek hilirisasi tersebut memang membutuhkan dana yang jumbo. Untuk proyek pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat misalnya, bersama dengan Antam, Inalum memerlukan investasi sebesar US$ 850 juta.
Sedangkan untuk proyek gasifikasi PTBA, nilainya lebih besar lagi, yakni mencapai US$ 5,8 miliar atau sekitar Rp 81,2 triliun. Investasi itu ditujukan untuk belanja modal proyek gasifikasi batubara di Peranap senilai US$ 2,7 miliar dan Tanjung Enim sebesar US$ 3,1 miliar.
Selain diperuntukkan untuk setoran dividen ke negara dan juga pendanaan proyek hilirisasi, setoran dividen yang Inalum terima juga akan digunakan untuk membayar cicilan kupon global bond.
Rendi bilang, pada tahun ini, Inalum harus membayar cicilan dengan total senilai US$ 300 juta. Rendi mengatakan, cicilan itu akan dibayar dua kali, yakni pada bulan Mei dan November 2019.
Adapun, nilai tukar yang digunakan menggunakan kurs yang paling kompetitif dari perbandingan nilai kurs saat penerbitan dan nilai saat ini. "Dalam setahun intinya US$ 300 juta, (dibayarkan) Mei dan November, berdasarkan kurs rupiah yang paling kompetitif," ujarnya.
Seperti diketahui, untuk mendivestasi saham PTFI menjadi 51,23%, Inalum harus membayar sebesar US$ 3,85 miliar. Dana itu diperoleh melalui penerbitan surat utang global atau global bond sebesar US$ 4 miliar.
Adapun, global bond yang diterbitkan di Singapura ini meliputi empat tenor. Pertama, nilai emisi US$ 1 miliar dengan obligasi tenor tiga tahun atau jatuh tempo pada 2021. Kupon untuk obligasi ini senilai 5,5% per tahun setara dengan US$ 55 juta per tahun.
Kedua, nilai emisi US$ 1,25 miliar dengan obligasi tenor lima tahun atau hingga 2023. Kupon obligasi ini senilai 6% per tahun atau setara US$ 75 juta per tahun. Ketiga, nilai emisi US$ 1 miliar dengan kupon 6,875% atau US$ 68,75 juta per tahun. Obligasi tenor ini berlaku 10 tahun atau hingga 2028.
Terakhir, nilai emisi US% 750 juta dengan kupon 7,375% atau US$ US$ 55,31 juta per tahun, yang memiliki tenor obligasi selama 30 tahun atau hingga 2048. Jika dirata-ratakan, total pembayaran kupon sebesar US$ 254,06 jut per tahun atau setara dengan Rp 3,58 triliun dengan kurs Rp 14.100.