KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas aluminium masih terus menguat. Meski komoditas logam industri ini dirundung sentimen negatif penetapan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun, harga aluminium stabil menguat di tengah pasokan yang semakin ketat di pasar global.
Rabu (29/8), harga aluminium kontrak tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 1,8% ke level US$ 2,172 per metrik ton. Harga komoditas ini melesat 5,18% dalam sepekan terakhir.
Analis Asia Trade Point Futures Andri Hardianto menjelaskan, penguatan harga aluminium dipicu oleh makin berkurangnya pasokan di pasar global. "Di semester pertama saja, pasokan aluminium hanya 334.000 ton, sedangkan permintaan mencapai 29,94 juta ton. Defisitnya sangat besar," kata dia, Kamis (30/8).
Menurut Andri, minimnya pasokan aluminium di pasar global sepanjang tahun ini tidak lepas dari sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) ke salah satu perusahaan produsen aluminium terbesar di dunia asal Rusia, United Company Rusal Plc.
Tambah lagi, industri otomotif, terutama kendaraan listrik di China, mengalami pertumbuhan yang stabil. Ini membuat permintaan aluminium, bahan baku kendaraan listrik, naik cukup tinggi.
Meski bukan negara produsen aluminium yang besar, Brasil juga mengalami penurunan produksi yang cukup besar. Produksi aluminium Brasil hingga akhir Juli lalu hanya 408.000 ton atau turun 12,4% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. "Walaupun kontribusi produksi Brasil kecil, penurunan produksi ini semakin menambah beban defisit aluminium di pasar global," jelas Andri.
Hingga akhir tahun, ia melihat harga aluminium masih akan stabil menguat. Apalagi, China mempunyai kebijakan mengurangi produksi smelter di pengujung tahun. Hal ini berpotensi semakin memangkas pasokan logam tersebut secara global.
Andri memperkirakan, Jumat (31/8), harga aluminium masih akan bergerak di kisaran US$ 2.100-US$ 2.180 per metrik ton. Sementara, dalam sepekan ke depan, harga aluminium akan bergerak dalam rentang US$ 2.060-US$ 2.230 per metrik ton.