JAKARTA - Harga tembaga kembali terkoreksi akibat penguatan dolar yang dipicu sentimen kenaikan suku bunga Federal Reserve, membaiknya perekonomian Amerika Serikat, dan menurunnya permintaan China.
Pada perdagangan Senin (30/5/2016) pukul 18:55 WIB harga tembaga Comex terkoreksi 1,35 poin atau 0,64% menjadi US$210,05 per pon. Angka tersebut menunjukkan sepanjang tahun berjalan harga sudah naik 0,38%.
Sementara di bursa LME pada penutupan Jumat (27/5) harga tembaga meningkat 34 poin atau 0,73% menuju US$4.695 per ton. Artinya, sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat 1,85%.
Ric Spooner, Chief Market Strategist CMC Markets Asia Pacific Pty., mengatakan isu sentral yang mendominasi psar ialah proyeksi kenaikan suku bunga bank sentral AS selanjutnya. Kenaikan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) bakal memicu penguatan dolar sehingga membuat komoditas berdenominasinya lebih mahal.
Tingginya harga komoditas berpotensi membuat investor berpikir ulang dan berhati-hati dalam melakukan aksi pembelian. Selain itu, secara khusus harga tembaga terkoreksi akibat turunnya permintaan China.
"Menguatnya dolar dan melemahnya yuan mengurangi kemampuan Negeri Panda melakukan impor tembaga," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (30/5/2016).
Data bea cukai China menyebutkan pembelian tembaga mentah dan olahan pada April merosot 21% menjadi 450.000 ton dibandingkan Maret sejumlah 570.000 ton. Namun, selama empat bulan pertama 2016, impor mencapai 1,88 juta ton atau bertumbuh 23% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (yoy).
Impor bijih tembaga dan konsentrat turun 8% menjadi 1,26 juta ton pada April dibandingkan bulan sebelumnya. Akan tetapi, dalam empat bulan pertama 2016, pembelian naik 31% menjadi 5,27 juta ton dari tahun sebelumnya.
Li Ye, Analyst Shenyin & Wanguo Futures Co., menuturkan pasokan yang mencukupi di China tidak diimbangi dengan kepastian pertumbuhan permintaan. Berdasarkan data Biro Statistik Nasional, produksi pemurnian tembaga domestik tumbuh 9% pada kuartal I/2016 dibandingkan tahun lalu, meskipun sejumlah pengelola smelter berencana memangkas suplai.
JP Morgan dalam publikasi risetnya menuliskan, pertumbuhan investasi dan tingkat ekspor Negeri Panda akan menurun tahun ini. Selain itu, pengiriman produk ke luar negeri juga bakal berkurang seiring dengan belum membaiknya PDB global.
Oleh karena itu, harga logam tembaga, nikel, dan alumunium dapat menuju penurunan dalam 23 tahun terakhir. Diperkirakan rerata nilai jual tembaga 2016 ialah sebesar US$3.600 per ton bila stabil di atas posisi US$2.000 per ton.
Sejauh ini, rerata harga tembaga LME berkisar US$4.700 per ton, atau 50% di bawah nilai jual puncak di periode 2011. Karena posisi masih jauh di atas US$2.000 per ton, maka potensi penurunan lebih lanjut masih terbuka.