Divestasi Freeport, Inalum Tunggu Izin Tiongkok Dan Filipin
RMOL. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) belum otomatis bisa mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
Setelah penandatanganan Sales Purchase Agreement (SPA) pada Kamis (27/9) lalu, persyaratan lain menanti diselesaikan Inalum selain pembayaran sebesar 3,85 miliar dolar AS ke Freeport McMoRan Inc (FCX) dan PT Rio Tinto Indonesia. Salah satunya perizinan di sembilan negara pembeli.
Jurubicara Inalum, Rendi Achmad Witular mengatakan, proses ini hanya membutuhkan waktu dan bukan berarti membatalkan transaksi. Sejauh ini Inalum tengah pengurusan izin dari Tiongkok yang merupakan konsumen tambang terbesar di dunia.
"Ini hanya prosedur pemberitahuan, lazim. Itu tidak akan membatalkan transaksi," terang Rendi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (16/10).
Dari 11 bank yang siap mendanai Inalum mengakuisisi 51 persen saham PTFI, Rendi memastikan tidak ada yang berasal dari Tiongkok. "Karena bunganya tidak kompetitif," imbuhnya.
Di samping itu, lanjut Rendi, Inalum tidak perlu menyerahkan agunan apapun kepada pihak ketiga. Jadi tidak perlu ada yang ditakutkan, tidak ada yang kita gadaikan karena bank-bank itu melihat potensi bisnisnya Freeport Indonesia itu bagus, nggak punya utang, bisa membiayai dirinya sendiri dari kegiatan operasional, ketiga marginnya gede 40 persen lah," urainya.
Disinggung tentang ketegangan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok, Rendi pun meyakinkan tidak memberi pengaruh terhadap proses divestasi PTFI.
"Nggak masalah sih, yang akan menjadi pemilik Freeport Indonesia kan BUMN Indonesia, sehingga kalau dilihat justru menguntungkan China, karena yang suplai ke dia bukan lagi Freeport McMoran tapi Inalum," ujar Rendi.
Targetnya dalam 1-2 bulan ke depan Inalum mendapat izin dari Tiongkok. "Filipina juga masih (proses izin), tapi negara ASEAN jadi nggak masalah," tukasnya.