Dua Dekade Operasional Smelter Tembaga Pertama Indonesia
' />
Akhir Mei lalu tepat 20 tahun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga pertama Indonesia beroperasi secara komersial. smelter milik PT Smelting ini memproses konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara.
Produk utamanya berupa tembaga murni atau cathode copper untuk bahan baku kawat, kabel, dan tabung. PT Smelting berdiri pada 1996. Sebanyak 60,5% saham perusahaan ini dipegang oleh Mitsubishi Materials Corporation. Sedangkan sisanya, sebesar 25% dipegang Freeport, 9,5% Mitsubishi Corporation Unimateal Ltd, dan 5,0% Nippon Mining Metals Co. Ltd.
Perusahaan menggelontorkan US$ 500 juta untuk pembangunan pabrik. Dalam dua dekade, perusahaan telah menambah fasilitas produksi sehingga kapasitas meningkat dari awalnya mampu memproduksi 200 ribu ton menjadi 300 ribu ton tembaga murni per tahun. Sebanyak 40-50% produk disalurkan untuk industri domestik, sedangkan sisanya untuk diekspor ke negara Asia, seperti Thailand dan Vietnam. Pekan lalu, Katadata.co.id mendapat kesempatan untuk mengunjungi pabrik yang berdiri di atas lahan seluas 28,5 hektare, di Gresik, Jawa Timur tersebut.
Kapal besar pengangkut konsentrat tembaga tampak berlabuh di pingiran dermaga milik PT Smelting, sekitar 20 kilometer dari Pelabuhan Tanjung Perak. Dermaga ini dirancang untuk menerima kapal seberat 35 ribu ton. Senior Manager Teknikal PT Smelting Bouman T Situmorang mengatakan, perusahaan menargetkan pasokan 1,1 juta ton konsentrat tembaga, tahun ini. “1 juta ton dari Freeport dan 100 ribu ton dari Amman,” kata dia saat ditemui di pabrik PT Smelting, Kamis (20/6).
Konsentrat tembaga tersebut akan diproses menjadi 247 ribu ton tembaga murni. (Baca: Freeport Targetkan Konstruksi Smelter di Gresik Dimulai Tahun Depan) Adapun pasokan konsentrat tembaga dari Amman penting untuk mengimbangi konsentrat tembaga dari Freeport yang memiliki kadar limbah tinggi. "Limbah dari Freeport tinggi, jadi harus blending.
Kami cari konsentrat yang bersih yaitu Amman," ujarnya. Hingga Mei lalu, produksi tembaga murni tercatat baru sebesar 96 ribu ton. Selain tembaga murni, perusahaan memproduksi produk samping. Produk ini hasil pengolahan dari limbah bernilai tambah. Produk samping tersebut berupa asam sulfat yang berguna untuk bahan baku pupuk, lumpur anoda untuk memurnikan emas dan perak, tembaga telurida untuk pelapis kacamata dan pembangkit listrik tenaga surya. Kemudian, terak tembaga untuk bahan baku semen dan beton cor, serta gipsum, juga untuk bahan baku semen. Pemerintah Targetkan 57 Smelter Beroperasi pada 2022 Sebanyak 57 smelter ditargetkan beroperasi pada 2023.
Ini sesuai peraturan pemerintah tahun 2017 yang memberikan tenggat waktu lima tahun bagi perusahaan mineral untuk membangun smelter. Pembangunan smelter bertujuan untuk mempercepat pengembangan industri hilir minerba guna meningkatkan nilai tambah terhadap ekonomi negara. Untuk memastikan pembangunan smelter sesuai target, pemerintah memberlakukan sanksi berupa penghentian izin ekspor untuk perusahaan yang tidak menunjukkan progres pembangunan smelter sesuai harapan.
Pada Mei lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut sementara izin ekspor dari lima perusahaan mineral karena persoalan ini. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi ulang progres smelter dari perusahaan-perusahaan tersebut. “Kalau dia mempercepat progres, bisa mengajukan permohonan lagi," kata dia.
Selain penghentian izin ekspor, ada juga ketentuan denda. (Baca: Investor Wajib Setor Dana Jaminan Smelter Mineral per Enam Bulan) Hingga akhir 2018, tercatat ada 27 smelter beroperasi di Tanah Air. Dua di antaranya merupakan smelter tembaga, 17 smelter nikel, masing-masing dua smelter bauksit dan mangan, serta empat smelter besi.
Menyusul dua smelter ditargetkan beroperasi tahun ini. Presiden Direktur Smelting Hiroshi Kondo mengakui operasional smelter baru bisa jadi tantangan bisnis bagi PT Smelting. Rencananya, Indonesia akan memiliki lima smelter tembaga. "Mungkin sulit, tapi kami bisa menghadapinya. Peran pemerintah, seperti Kemenperin juga saat ini baik," kata dia saat ditemui di pabrik PT Smelting, Kamis (20/6). Optimisme ini juga dengan melihat perkembangan industri 4.0 yang diperkirakan akan mendongkrak kebutuhan kabel dan kawat dari dalam negeri.
Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Dua Dekade Operasional Smelter Tembaga Pertama Indonesia" , https://katadata.co.id/berita/2019/06/30/dua-dekade-operasional-smelter-tembaga-pertama-indonesia Penulis: Fariha Sulmaihati Editor: Martha Ruth Thertina