Duh! Cadangan Nikel RI Bertahan sampai 10 Tahun Lagi
JAKARTA, SENAYANPOST.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaksir cadangan nikel Indonesia hanya bisa bertahan setidaknya hingga 2029 mendatang.
Hal itu disebabkan minimnya temuan cadangan baru dan meningkatnya kebutuhan domestik setelah 2022 akan menjadi biang keladi terkurasnya cadangan nikel dalam negeri.
Cadangan nikel saat ini ada di angka 698,88 juta ton. Cadangan akan digunakan untuk kebutuhan smelter dalam negeri kira-kira 90 juta ton antara tahun 2019 hingga 2021.
Hanya saja, jumlah smelter pada 2021 mendatang akan meningkat dengan pesat. Ia menaksir terdapat 37 smelter yang beroperasi dua tahun lagi, di mana angka ini meningkat pesat dari posisi 2016 yang hanya berjumlah tujuh smelter.
Kebutuhan bijih nikel untuk 37 smelter tersebut bisa mencapai 81,21 juta per tahun mulai 2022 mendatang. Berdasarkan angka tersebut, ia kemudian menghitung bahwa cadangan terbukti nikel Indonesia akan habis 10 tahun kemudian.
“Jika tanpa cadangan baru, maka ketahanan cadangan nikel hanya bertahan 7,3 tahun selepas 2022 nanti,” kata Kepala Subdirektorat Pengawasan usaha Eksplorasi Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Andri Budhiman Firmanto.
Padahal, Indonesia berkesempatan menambah cadangan nikel lantaran masih ada cadangan nikel terkira sebanyak 2,87 miliar ton. Jika cadangan terkira itu digunakan, setidaknya bahan baku smelter nikel akan aman hingga 2064 nanti.
Namun, mengubah cadangan terkira menjadi cadangan terbukti diakui cukup sulit lantaran cadangan nikel terukur diduga berada di kawasan hutan hingga kawasan permukiman. Dengan demikian, eksplorasinya terhalang oleh konflik sosial hingga izin penggunaan kawasan hutan.
“Cadangan terkira ini banyak, tapi untuk memanfaatkan hal tersebut butuh waktu. Apalagi, halangannya banyak sekali,” jelas dia.
Ia menyayangkan umur cadangan nikel di tengah kebutuhan produk turunan nikel yang diprediksi juga akan terus meningkat. Utamanya, untuk mendukung industri mobil listrik.
Menurut dia, mobil listrik merupakan kebutuhan masa depan yang tak terelakkan. Apalagi, Indonesia juga menargetkan produksi mobil listrik bisa mencapai 20 persen dari total produksi mobil pada 2025. Sementara itu, produksi mobil listrik sangat tergantung dengan ketersediaan baterai, di mana bahan baku utamanya adalah nikel dan kobalt.
Karena itu, ia berdalih bahwa pembatasan ekspor nikel yang dipercepat dari 2022 menjadi 2020 mendatang adalah hal lumrah yang dilakukan pemerintah agar cadangan nikel bisa tetap terjaga. Hal itu sendiri sudah tertuang di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019.
“Indonesia ini sebenarnya punya nikel kualitas terbaik di dunia yakni bijih nikel kadar rendah dengan kadar 0,8 persen hingga 1,5 persen, yang bisa digunakan untuk memproduksi baterai lithium kualitas tinggi,” jelasnya. (AR)