ESDM peringatkan Freeport harus tetap bangun smelter baru dan kelar di 2023
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan smelter tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) kian panas. Sebelumnya, Freeport telah mengisyaratkan akan mengembangkan smelter eksisting di PT Smelting ketimbang membangun smelter anyar.
Pihak pemerintah masih menuntut PTFI untuk membangun smelter tembaga baru sesuai dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan kewajiban dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dikantongi PTFI sejak Desember 2018.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin menegaskan, peningkatan kapasitas smelter yang sudah ada memang bagus. Namun, hal itu tidak bisa menggantikan kewajiban PTFI untuk membangun smelter baru.
Baca Juga: Sikap tegas pemerintah ditunggu terkait penolakan Freeport bangun smelter baru
"Tidak boleh (tidak membangun smelter baru). Ekspansi bagus, tapi yang pembangunan (smelter baru) harus dikerjakan. Clear itu," kata Ridwan saat ditemui di kantornya, Senin (16/11).
Dia bahkan menambahkan, PTFI juga semestinya tidak memohon penundaan jadwal operasional smelter tersebut. Dia meminta, PTFI tetap maksimal berupaya menyelesaikan pekerjaannya. Untuk itu, Ridwan meminta agar smelter tembaga baru tetap selesai pada 2023.
"Penundaan itu hanya akan dilakukan kalau sudah sampai diujung, (Misalkan) itu belum selesai ya silakan saja, tapi jangan sekarang menundanya. (Target selesai tahun 2023), ketentuan mengatakan demikian," tegas dia.
Secara terpisah, Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama menyampaikan bahwa pada Jum'at (13/11) lalu, telah ditandatangani nota kesepahaman (MoU) ekspansi PT Smelting oleh Mitsubishi Material Corporation (MMC) dan PTFI.
Riza bilang, penandatanganan MoU tersebut disaksikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif. Ekspansi pabrik peleburan dan pemurnian tembaga di Gresik yang berdiri sejak 1996 itu bertujuan meningkatkan kapasitas PT Smelting dari 1 juta menjadi 1,3 juta dry metric ton (DMT) per tahun.
Saat ini, proses initial design sudah dimulai. Adapun, ekspansi ini akan dibiayai oleh PTFI dan ditargetkan rampung pada tahun 2023, tahun dimana PTFI seharusnya menyelesaikan pembangunan smelter tembaga baru di JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
"Ekspansi untuk meningkatkan 30% dari kapasitas PT Smelting. Initial design sudah dimulai, ekspansi ini akan diselesaikan di tahun 2023. Ekspansi ini merupakan bagian dari pemenuhan kewajiban pengolahan dan/atau pemurnian dalam negeri PTFI," terang Riza kepada Kontan.co.id, Senin (16/11).
Dihubungi terpisah, Pengamat Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai bahwa ekspansi PTFI di PT Smelting adalah aksi korporasi biasa. Seharusnya, aksi korporasi itu tidak menggugurkan kewajiban hukum PTFI dalam membangun smelter. Sebab, hal itu merupakan mandatory yang tidak bisa diganti, apalagi diabaikan.
Apalagi, pembangunan smelter baru juga terkait dengan dampak turunan (multiplier effect) yang bisa didapatkan negara dan masyarakat. "Pembangunan smelter tidak hanya soal mengenai adanya pengolahan dan pemurnian tembaga, namun dengan adanya pabrik/smelter baru maka akan ada multifyer effect. Inilah salah satu tujuan hilirisasi mineral," tegas Redi.
Kontan.co.id sebelumnya sudah menuliskan bagaimana dampak smelter baru PTFI, seandainya dibangun, atau tidak membangun. Merujuk pada data yang Ditjen Minerba Kementerian ESDM, ada beberapa aspek penerimaan dan kontribusi nilai tambah yang diperbandingkan atas pembangunan smelter tembaga Freeport ini.
Asumsi ini berdasarkan kapasitas smelter sebesar 300.000 ton katoda yang diserap domestik, ditambah pertumbuhan konsumsi 10% per tahun. Perhitungan ini juga didasarkan atas proyeksi penerimaan selama 17 tahun beroperasi
Dari sisi total penerimaan tambang, jika tidak membangun smelter maka jumlahnya sebesar US$ 24,80 miliar. Jika dibangun smelter, memang akan menurun menjadi US$ 21,20 miliar.
Begitu juga dengan total penerimaan negara dari sisi hulu yang akan turun menjadi US$ 43,70 miliar ketika smelter terbangun. Jika tidak membangun smelter, total penerimaan negara dari hulu diproyeksikan sebesar US$ 46 miliar.
Adapun, nilai ekspor katoda jika Freeport tidak membangun smelter ditaksir sebesar US$ 1,81 miliar. Jika membangun, bisa lebih mini menjadi US$ 1,45 miliar.
Namun, dari sisi penerimaan negara industri hilir, akan ada peningkatan signifikan jika Freeport membangun smelter baru yakni sebesar US$ 15,56 miliar. Jika tidak membangun, hanya sebesar US$ 2,53 miliar.
Baca Juga: Freeport Indonesia, Mitsubishi Materials to expand Gresik copper smelter 30%
Begitu juga kontribusi nilai tambah terhadap PDB per tahun. Jika membangun smelter, ditaksir sebesar US$ 6,83 miliar. Sedangkan jika tidak membangun hanya US$ 1,81 miliar.
Dari sisi serapan tenaga kerja, jika tidak membangun smelter baru, hanya akan menyerap 1.000 tenaga kerja. Sedangkan jika membangun smelter baru diproyeksikan akan menyerap hingga 30.000 tenaga kerja.
Kesimpulannya, dengan membangun smelter tembaga baru dapat berpotensi menurunkan pendapatan negara pada sektor Hulu. Namun negara memperoleh pendapatan yang lebih tinggi pada sektor hilir dan membuka lapangan pekerjaan baru.
Adapun, sejak tahun 2018 PTFI sudah menyiapkan lahan untuk membangun smelter di kawasan JIIPE Gresik, Jawa Timur. Seharusnya, dapat selesai pada Desember 2023. Namun hingga Juli 2020, realisasi pembangunannya baru mencapai 5,86%.