Ekonomi Papua Minus, Airlangga: Infrastrukturnya Belum Selesai
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Papua sepanjang 2019 minus hingga 15,72%. Padahal, pembangunan infrastruktur di Papua terbilang cukup agresif dibanding daerah lain di Indonesia.
Dikutip dari laman resmi Setkab, sepanjang 2019 lalu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengalokasikan anggaran dalam rangka otonomi khusus, bagi Provinsi Papua dan Papua Barat hingga Rp 12,6 triliun.
Anggaran itu dibagi untuk Provinsi Papua dan Papua Barat terdiri dari dana otonomi khusus (otsus) sebesar Rp 8,34 triliun dan dana tambahan infrastruktur dalam rangka otsus sebesar Rp 4,26 triliun.
Secara rinci, dana otsus untuk Papua sebesar Rp 5,85 triliun dan Papua Barat sebesar Rp 2,51 trilun. Sedangkan dana tambahan infrastruktur untuk Papua sebesar Rp 2,82 triliun dan Papua Barat Rp 1,44 triliun.
Lalu, mengapa dana yang sudah digelontorkan sedemikian rupa itu tak memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Papua?
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, minusnya ekonomi terjadi lantaran belum semua proyek infrastruktur yang dibangun di Papua rampung. Lagi pula, untuk infrastruktur yang sudah terbangun tak serta merta hasilnya bisa dirasakan dalam sekejap mata.
Artinya, butuh bertahun-tahun lamanya untuk melihat dampak pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian suatu daerah.
"Infrastruktur kan ada waktunya juga, lagipula infrastruktur proyeknya belum selesai semua," ujar Airlangga ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Baca juga: 5 Kali Berturut Ekonomi Papua Minus, Ini Penyebabnya
Airlangga pun tak memungkiri bahwa minusnya pertumbuhan ekonomi di Papua terjadi sebab sepanjang 2019 lalu produksi tambang di Freeport sedang mengalami penurunan signifikan.
"Ya itu juga salah satunya (sebab penurunan ekonomi Papua)," imbuhnya.
Untuk diketahui, Freeport telah melaporkan penurunan produksi tembaga pada kuartal IV-2019 lalu dan memperkirakan pengeluaran lebih tinggi pada tahun tersebut karena transisi tambang tembaga raksasa Grasberg di Indonesia ke penambangan bawah tanah.
Produksi tembaga di Grasberg turun 14% pada kuartal IV-2019, sementara total produksi logam turun 1,7% menjadi 827 juta pon. Freeport-McMoran saat itu mengalokasikan US$ 500 juta untuk pengembangan smelter baru di Indonesia.
Selain itu, menurut Airlangga, harga komoditas juga jadi penentu kuat yang membuat pertumbuhan ekonomi di Papua merosot sepanjang 2019 kemarin.
"Kalau kita lihat semua harga komoditas turun, apakah itu copper (tambang), nikel, kemudian juga batubara, bbm, nah itu ada faktor harga juga," pungkasnya.